Jumat, 31 Juli 2009
Strategi Penerapan Teknologi Informasi (Digital Library) di Perpustakaan dan Pusat Informasi
Abdul Rahman Saleh
rahman@ipb.ac.id
Pendahuluan
Informasi merupakan sumberdaya yang strategis sepanjang hidup kita. Sebagai negara yang sedang membangun maka informasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia. Informasi juga sangat diperlukan didalam pendidikan dan penelitian guna pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di perguruan tinggi perpustakaan merupakan suatu lembaga yang mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan informasi dari sejak menghimpun, mengolah sampai mendessiminasikan informasi kepada para penggunanya baik sivitas akademika maupun bukan sivitas akademikanya..
Saat ini kita sering mendengar istilah library without wall (perpustakaan tanpa dinding), virtual library (perpustakaan maya), digital library (perpustakaan digital), virtual catalog (katalog maya) baik dalam pembicaraan sehari-hari maupun dalam literatur. Istilah-istilah itu sebelumnya hanya merupakan istilah asing dan mungkin tidak mempunyai efek apa-apa bagi pustakawan Indonesia.
Namun istilah tersebut saat ini sudah mulai akrab dengan sebagian pustakawan kita. Hal ini disebabkan karena beberapa tahun belakangan ini teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK) atau yang dikenal dengan ICT (Information and Communication Technology) dan lebih spesifik lagi jaringan internet makin merambah ke seluruh aspek kegiatan, termasuk bidang perpustakaan.
Pada paruh kedua abat 20 yang lalu terjadi perkembangan yang sangat pesat di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan IPTEK ini ditandai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology/ICT), terutama sekali pada dasa warsa 90an. Perkembangan ini sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia tak terkecuali di perpustakaan. Kemajuan ini membawa perubahan-perubahan pada layanan perpustakaan sehingga kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi, harus diterima di perpustakaan. Teknologi ini memang menjanjikan kecepatan, yang merupakan salah satu faktor yang saat ini sangat dituntut dalam pengelolaan informasi. Program otomasi perpustakaan mulai menjadi trend perkembangan perpustakaan di Indonesia. Hasil survey sementara IPB menunjukkan bahwa 92,6 % perpustakaan telah dilengkapi dengan komputer, walaupun sebagian besar masih memiliki antara satu sampai lima unit PC (48 %) dan hanya 12 % saja yang memiliki komputer lebih dari 20 unit. Dari 92,6 % yang sudah dilengkapi dengan komputer tersebut sekitar 70 % sudah menggunakan perangkat lunak untuk layanan perpustakaan (library house keeping) seperti katalogisasi, klasifikasi, OPAC, kontrol sirkulasi dan lain-lain.
Definisi Teknologi Informasi
Penjelasan dari Information and communication technology di Web dalam bahasa Bahasa Inggris:
• is the catch-all phrase used to describe a range of technologies for gathering, storing, retrieving, processing, analysing and transmitting information. Advances in ICT have progressively reduced the costs of managing information, enabling individuals and organisations to undertake information-related tasks much more efficiently, and to introduce innovations in products, processes and organisational structures. (www.smartstate.qld.gov.au/strategy/strategy05_15/glossary.shtm. 9 maret 2006)
• The function of developing, acquiring, testing, implementing and maintaining electronic systems. These systems include databases, applications and procedures to support the business needs of the organisation in the capture, storage, retrieval, transfer, communication, process and dissemination of information. Includes the evaluation, acquisition, tendering, leasing, licensing and disposal of software and hardware. ...( metadata.curtin.edu.au/manual/classification.html. 9 maret 2006)
• Electronic collection, editing, storage, distribution and presentation of information.
• Information technology (IT) or information and communication technology (ICT) is the technology required for information processing. In particular the use of electronic computers and computer software to convert, store, protect, process, transmit, and retrieve information from anywhere, anytime.
Information Technology (IT) or Information and Communication(s) Technology (ICT) is a broad subject concerned with technology and other aspects of managing and processing information, especially in large organizations.
In particular, IT deals with the use of electronic computers and computer software to convert, store, protect, process, transmit, and retrieve information. For that reason, computer professionals are often called IT specialists, and the division of a company or university that deals with software technology is often called the IT department. Other names for the latter are Information Services (IS) or Management Information Services (MIS).
Alasan Penerapan Teknologi Informasi di Perpustakaan
Kehadiran teknologi Informasi dan Komunikasi tidak bisa lagi ditawar-tawar. Siap atau tidak siap kita harus menerima kehadirannya. Ada beberapa hal yang menjadi sebab kita melakukan otomasi di perpustakaan yaitu:
• Tuntutan terhadap penggunaan koleksi secara bersama (resource sharing)
Seperti kita ketahui tidak ada satu perpustakaanpun di dunia ini yang bisa memenuhi koleksinya sendiri, maka setiap perpustakaan akan saling membutuhkan koleksi perpustakaan lain dalam rangka memberikan layanan yang memuaskan kepada pemakainya. Oleh karena itu penggunaan bersama koleksi perpustakaan sangat membatu dalam memberikan pelayanan terutama bagi perpustakaan-perpustakaan kecil yang koleksinya sangat lemah. Program penggunaan koleksi secara bersama ini dapat berjalan dengan baik apabila setiap perpustakaan dapat memberikan informasi apa yang dimiliki oleh perpusakaannya masing-masing. Peran union catalog sangat besar dalam menyukseskan program penggunaan koleksi secara bersama ini. Union catalog yang baik adalah union catalog yang secara rutin isinya selalu diperbaharui. Disinilah teknologi komputer sangat berperan dalam mempercepat pembaharuan isi (updating) dari union catalog ini.
• Kebutuhan untuk mengefektifkan sumberdaya manusia
Sudah cukup lama pemerintah menerapkan kebijaksanaan "zero growth" untuk pegawai negeri. Hasil dari kebijakan pemerintah ini adalah semakin berkurangnya tenaga kerja di perpustakaan. Untuk mempertahankan mutu pelayanan perpustakaan dimana SDM semakin berkurang maka kita dapat mengandalkan teknologi komputer. Untuk melayani peminjaman bahan pustaka yang tadinya diperlukan lima sampai enam orang, dapat digantikan dengan satu unit komputer yang dioperasikan oleh satu orang saja. Tenaga kerja yang lain dapat dialokasikan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain. Dengan efisiensi tenaga seperti ini maka perpustakaan dapat memikirkan dan mengalokasikan tenaga untuk menyelenggarakan layanan-layanan lain yang dapat diberikan kepada pemakai.
• Tuntutan terhadap efisiensi waktu
Dulu pemakai mungkin sudah puas dengan layanan penelusuran artikel bila artikel-artikel dapat ditemukan sekalipun layanan tersebut memakan waktu sampai berminggu-minggu. Sekarang pemakai mungkin menuntut layanan tersebut hampir instan. Saat ini pertanyaan diajukan, saat itu pula jawaban diharapkan bisa diterima. Layanan yang demikian ini bisa dipenuhi hanya dengan bantuan teknologi komputer. Pemakai dapat mengirimkan permintaannya melalui elektronik mail (e-mail) yang pada saat itu pula dapat diterima oleh perpustakaan. Kemudian petugas perpustakaan melakukan akses ke pangkalan data/informasi yang ada di komputer baik di perpustakaannya atau di perpustakaan lain. Jawaban yang diperolehnya (hanya dalam beberapa saat) kemudian dikirim kembali kepada si penanya dengan menggunakan e-mail yang dalam waktu relatif singkat dapat diterima oleh si penanya.
· Kebutuhan akan ketepatan layanan informasi
Selain kecepatan dalam memperoleh informasi, pemakai juga membutuhkan ketepatan informasi yang didapatkannya dari perpustakaan. Pertanyaan-pertanyaan tentang informasi secara spesifik harus bisa dijawab secara spesifik pula. Dengan bantuan teknologi komputer pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab dengan cepat dan tepat.
• Keragaman informasi yang dikelola
Informasi yang ada di perpustakaan saat ini tidak hanya terbatas kepada buku dan jurnal ilmiah saja. Informasi-informasi lain seperti audio visual, multimedia, bahan mikro, media optik dan sebagainya saat ini juga dikoleksi oleh perpustakaan. Banyak koleksi perpustakaan yang harus di baca dengan menggunakan teknologi komputer. Selain itu untuk mengelola informasi yang sangat beragam tersebut diperlukan bantuan alat terutama teknologi komputer.
Ada dua bentuk pemakaian Teknologi Informasi di perpustakaan. Pertama, perpustakaan dapat hanya memakai sumber yang sudah ada, dengan menelusuri pangkalan data yang disediakan oleh penyedia data (vendor seperti BIOSIS, DIALOG dsb), mengirim surat elektronik melalui internet, memasang data di ”bulletin boards” atau ”listservs” dan sebagainya. Kedua, perpustakaan bisa menyediakan data yang disimpan baik di Web ataupun didistribusikan melalui CD-ROM.
Aplikasi Teknologi Informasi di Perpustakaan
• Pengadaan Koleksi
Biasanya pustakawan memakai katalog penerbit untuk menentukan buku dan jurnal yang sesuai dengan kebutuhan pemakai perpustakaan mereka. Di Indonesia, khususnya di perpustakaan kecil, kadang-kadang tidak mudah menemukan informasi mengenai publikasi dari sini. Disinilah internet bisa menolong kita seperti memanfaatkan katalog dari perpustakaan yang lain untuk memilih judul yang relevan dalam subyek tertentu. Katalog-katalog ini memberikan semua informasi bibliografis yang diperlukan untuk memesan, termasuk ISBN, dan kadang-kadang harga. Salah satu katalog yang paling lengkap di dalam Internet adalah katalog Library of Congress.
Penerbit saat ini sudah banyak yang membuat katalognya dengan versi elektronik yang didistribusikan menggunakan CD-ROM, dan bahkan katalog tersebut dapat diperoleh dari Internet. Blackwells Science adalah salah satu contoh. Pustakawan bisa mencari buku dan jurnal dengan menelusuri melalui subyek, pengarang atau judul, dan dari sini mereka bisa langsung memesan buku yang ditemukan. Penerbit akan mengirim buku-buku itu melalui pos. Untuk transaksi tipe ini, dibutuhkan kartu kredit.
Berbagai toko buku juga memanfaatkan Internet untuk menjual produk mereka. Toko buku Amazon adalah yang terbesar dan paling sukses saat ini. Mizan, penjual buku di Indonesia, juga melaksanakan bisnis buku melalui Internet.
Katalog penerbit, baik dalam bentuk online ataupun kertas, tidaklah selalu cukup untuk membantu kita untuk memutuskan buku mana yang diperlukan. Kita perlu membaca book review – laporan buku yang menilai dan menganalisis. Internet bisa membantu untuk hal ini. Ada beribu-ribu jurnal elektronik yang bisa diperoleh dalam berbagai topik. Untuk review buku pada topik yang spesifik, lihatlah pada jurnal untuk para pakar. Misalnya, New Scientist di dalamnya ada beberapa review mengenai buku-buku baru untuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Cara lain untuk menemukan informasi yang mengevaluasi buku tertentu adalah melalui Usenet. Usenet adalah sistem bulletin board yang terbesar di dunia, terdiri dari pertukaran pesan-pesan dalam jumlah yang besar mengenai beribu-ribu subyek. Ini adalah forum untuk ”komunikasi elektronik” menurut seorang penulis dan tampaknya bisa menjengkelkan pustakawan yang sibuk mencari informasi. Usenet bisa dibagi ke dalam beberapa pengelompokan subyek. Sekali pustakawan telah mengidentifikasi kelompok yang relevan untuk menemukan review buku, maka tugasnya akan lebih mudah. Pustakawan dapat membaca pesan-pesan yang terakhir mengenai buku-buku apa yang dibicarakan, atau mereka juga bisa memasang pesan sendiri, menanyakan sebuah buku atau beberapa buku menurut topik tertentu.
• Pengolahan Koleksi
Katalogisasi dan klasifikasi merupakan pekerjaan yang memerlukan ekspertis tinggi. Di negara maju kataloger dan klasifier mempunyai gaji yang sangat tinggi. Di Indonesia pustakawan yang bertugas di bagian katalogisasi dan klasifikasi memerlukan pendidikan khusus seperti diploma ataupun sarjana perpustakaan. Apabila sejumlah perpustakaan besar melakukan katalogisasi dan klasifikasi menggunakan teknologi komputer, maka perpustakaan yang lebih kecil sesungguhnya bisa memanfaatkannya, sehingga perpustakaan yang lebih kecil tadi tidak perlu menggaji seorang kataloger dan klasifier. Teknik ini dikenal dengan copy cataloging. Di negara maju copy cataloging ini banyak dilakukan seperti copy cataloging ke OCLC di Amerika Serikat, atau ke BLCMP di Inggris. Dengan copy cataloging selain kita menghemat tenaga (ahli), kita juga dapat melakukan standarisasi katalog sehingga keragaman katalog untuk suatu judul buku yang sama dapat dihindari. Dengan mengacu pada katalog online pustakawan bisa menemukan rekaman katalog dan memakainya untuk katalog mereka sendiri. Secara ideal, rekaman-rekaman yang ditemukan akan di-download langsung ke komputer lokal. Tetapi jika perpustakaan itu belum memiliki sistem katalog komputer atau jika sistem yang dipakai tidak cukup canggih untuk ”interface” dengan Internet, pustakawan masih bisa memakai rekaman dari katalog itu, dengan cara mengetikkan nomor-nomor klas dan tajuk subyek yang didapatnya dari internet. Dengan cara ini, pustakawan bisa mempersingkat waktu pengkatalogan buku asing.
Barangkali perlu dipikirkan bila perpustakaan di Indonesia menjalin katalog mereka dengan Internet sehingga rekaman katalog untuk buku-buku Indonesia akan tersedia. ini mungkin akan menjadi proyek yang baik untuk dikoordinir oleh Perpustakaan Nasional RI. Seluruh bibliografi nasional yang dibuat oleh Perpustakaan Nasional kemungkinan bisa dibuat tersedia melalui Internet, seperti kasus Perpustakaan Nasional di Kanada, Inggris, Amerika Serikat, dan negara lainnya.
• Katalog Online
Katalog online adalah sistem katalog perpustakaan yang menggunakan komputer. Pangkalan datanya biasanya dirancang dan dibuat sendiri oleh perpustakaan baik menggunakan perangkat lunak buatan sendiri, maupun menggunakan perangkat lunak komersial. Sesuai dengan namanya katalog online ini berfungsi seperti layaknya sebuah katalog yaitu sebagai sarana penelusuran koleksi milik suatu perpustakaan. Katalog ini memberikan informasi bibliografis serta lokasi suatu buku di perpustakaan. Katalog online merupakan suatu terobosan yang luar biasa di bidang kepustakawanan karena dapat memberikan titik cari (access point) dari segala aspek pendekatan pada data katalog.
OPAC Web dan OPAC LAN
Pada katalog konvensional kita tidak akan dapat mencari suatu entri katalog dari penerbit, tahun terbit, atau bahkan dari kata yang ada pada judul (selain kata pada urutan pertama). Semua pendekatan dapat dilakukan pada katalog online, bahkan kita bisa mencari melalui dua kata yang ada pada judul dengan jarak kata tertentu (adjecent).
• Sirkulasi
Salah satu layanan pokok dari perpustakaan adalah layanan sirkulasi. Pada layanan ini sekurang-kurangnya dilakukan pencatatan seperti peminjaman koleksi, pengembalian pinjaman, perpanjangan pinjaman, denda, dan statistik layanan. Dengan cara konvensional untuk melayani satu transaksi peminjaman koleksi diperlukan sekurang-kurangnya tiga sampai lima menit. Ini belum termasuk penghitungan statistik layanan. Dengan bantuan komputer, waktu yang diperlukan untuk melakukan layanan peminjaman ini sangat singkat yaitu kurang dari 15 detik. Dengan demikian sebuah perpustakaan dapat melakukan penghematan anggaran (dengan mempekerjakan pegawai yang lebih sedikit) sekaligus memberikan kepuasan layanan kepada pengguna perpustakaan.
Internet tidak menawarkan keuntungan secara langsung kepada pustakawan dalam hal sirkulasi. Tapi memberi keuntungan kepada si pemakai. Kalau sebuah katalog perpustakaan sudah dapat diakses melalui Internet, pemakai dapat mengecek dari rumah apakah suatu buku ada. Kalau buku tersebut sedang dipinjam, mereka dapat memesan dengan mencantumkan nama mereka untuk kemudian disisihkan untuk mereka pinjam. Pemakai dapat juga memeriksa dari rumah atau kantor, buku mana saja yang mereka pinjam pada saat itu, dari file keanggotaan mereka sendiri. Perpanjangan dapat juga dilakukan dari rumah. Pemberitahuan mengenai pinjaman yang sudah lewat batas dapat dikirim kepada pemakai melalui e-mail.
• Layanan Informasi Mutakhir dan Layanan informasi terseleksi
Perpustakaan dapat memberikan layanan informasi secara aktif berupa layanan informasi mutakhir (current awereness services/ CAS) maupun layanan informasi terseleksi (selective dissemination of information/ SDI). Pelayanan informasi mutakhir adalah pelayanan perpustakaan dimana perpustakaan menyediakan informasi terbaru sering tanpa batas-batas subyek tertentu selain hanya kemutakhiran itu sendiri. Sedangkan pelayanan informasi terseleksi merupakan pelayanan perpustakaan dimana perpustakaan menyediakan informasi yang sesuai dengan minat dan bidang ilmu pengguna yang menjadi pelanggannya. Didalam melakukan layanan CAS dan SDI ini diperlukan waktu yang sangat banyak dan kesabaran yang tinggi terutama SDI karena petugas harus melakukan pemilihan pustaka sesuai dengan profil minat pengguna setiap ada informasi datang. Dengan bantuan komputer maka layanan CAS dan SDI dapat dipermudah dan dipersingkat. Petugas hanya melakukan input ke pangkalan data setiap ada informasi baru datang. Tugas untuk pemilihan informasi yang sesuai dengan profil minat pengguna (yang sudah diinput sebelumnya) diserahkan kepada komputer. Dalam hitungan detik atau maksimal menit, maka komputer sudah menghasilkan output yang siap dikirim ke pelanggan kedua layanan tersebut.
Satu cara untuk membentuk sistem elektronik untuk informasi kilat adalah untuk mendirikan apa yang disebut mailing list. Fungsi atau tujuan mailing list ini mungkin untuk tempat berdiskusi bagi sekelompok orang-orang tertentu, namun demikian mailing list ini dapat juga digunakan untuk penyebaran informasi. Seorang pustakawan mungkin ingin mengirim daftar isi dari beberapa jurnal tertentu kepada beberapa ilmuwan setiap bulan. Pustakawan itu akan membuat daftar dari alamat e-mail dari ilmuwan-ilmuwan dan perpustakaan akan menciptakan semacam mailing list. Mailing list juga dapat digunakan untuk penyebaran informasi yang selektif. Pustakawan dapat mencari situs Internet yang relevan secara rutin dan jika ada sesuatu yang menarik dari grup mailing list, mereka dapat mengirimnya melalui e-mail. Dengan mailing list, pustakawan hanya perlu mengirim artikel sekali saja, dan akan menjangkau semua orang yang ada di daftarnya.
• Penelusuran informasi lengkap dan Multimedia
Dengan teknologi komputer yang semakin maju seperti sekarang ini sangat dimungkinkan bagi perpustakaan untuk menyediakan layanan informasi lengkap (fulltext), bahkan dalam bentuk multimedia. Dengan teknik hypertext kita bisa menampilkan layanan fulltext yang bisa dihubungkan dengan bebas ke baik teks lain maupun gambar dan animasi. Saat ini dengan mudah kita jumpai ensiklopedi yang dikemas dalam CD-ROM. Artikel yang ada dalam CD-ROM tersebut selain menampilkan teks lengkap juga dapat menampilkan animasi (seperti gerakan melompat seekor harimau) serta suara (auman seekor singa). Media seperti ini belum pernah kita bayangkan sebelumnya, namun dengan teknologi komputer saat ini media seperti ini sangat mudah diperoleh.
• Penelusuran Bibliografi dan abstraks
Seperti pada katalog online pengguna bisa mendapatkan layanan berupa data bibliografi buku maupun artikel jurnal ilmiah. Bahkan tidak hanya bibliografinya saja, melainkan dengan ringkasan (abstraks) dari dokumen aslinya. Dengan layanan seperti ini pengguna dapat memilih dokumen yang akan dibaca maupun dokumen yang tidak perlu dibaca sehingga pengguna dapat menghemat waktu didalam menelaah informasi yang dibutuhkannya. Dengan bantuan komputer seperti ini akan menjadi sangat efektif dan dapat dilakukan dengan cepat dan dengan fleksibilitas yang sangat tinggi karena pangkalan data berbasis komputer ini memberikan kemungkinan pendekatan dari berbagai aspek sebagai titik temu (multiple approach). Penggunaan operator Boolean dapat memberikan kombinasi penelusuran penelusuran yang sangat luas, sehingga pengguna dapat mengatur hasil penelusurannya sesuai dengan yang diinginkan.
Peminjaman Antar Perpustakaan & Pengiriman Dokumen (Document Delivery)
Peminjaman antar perpustakaan adalah tidak lazim di Indonesia, karena ketidakpastian dari kantor pos dan kurangnya koleksi buku-buku. Di negara-negara maju servis semacam ini banyak sekali digunakan. Terutama saat ini, dimana dana untuk perpustakaan dikurangi, perpustakaan seringkali memutuskan untuk tidak membeli sebuah buku kalau mereka mengetahui ada perpustakaan lain/dekat memiliki buku tersebut. Ini berarti perpustakaan lebih memilih kelengkapan daripada koleksi yang duplikat. Dengan melihat katalog perpustakaan lain di Internet, para pustakawan dapat memastikan dulu apakah perpustakaan itu mempunyai buku yang dicari. Kalau perpustakaan tidak memiliki buku tersebut, pustakawan dapat memesannya langsung dari Webpage perpustakaan itu.
Di Indonesia peminjaman antar perpustakaan kadang-kadang menyangkut layanan pertukaran fotokopi artikel jurnal yang sering disebut dengan silang layan. Seandainya, ada perpustakaan yang bertindak sebagai pusat jaringan (sebut saja Perpustakaan Nasional RI) membuat sebuah database online terdiri dari semua jurnal yang dimiliki perpustakaan-perpustakaan daerah dan menunjukkan perpustakaan mana mempunyai judul apa, ini merupakan alat yang berharga untuk berbagi informasi. Fotokopi dapat dipesan melalui e-mail.
• Rujukan (Reference)
Sebenarnya banyak sekali yang dapat dibahas mengenai pemakaian Internet untuk rujukan. Namun karena keterbatasan waktu maka hanya beberapa hal saja yang dapat disampaikan pada kesempatan ini.
Pelayanan rujukan adalah jawaban dari pertanyaan yang diberikan dari pemakai perpustakaan. Pertanyaan yang berhubungan dengan skripsi atau laporan (”Saya perlu suatu daftar artikel mengenai ’wanita dalam drama Shakespeare”; ”Saya perlu artikel mengenai keselamatan tenaga nuklir”) adalah sangat rumit. Sebagian pertanyaan lainnya memerlukan jawaban berupa satu kalimat tapi belum tentu lebih mudah untuk menjawabnya. Bahkan mungkin saja ada pertanyaan yang tidak keruan. Adalah tugas seorang pustakawan untuk menjawab setiap pertanyaan sebaik-baiknya.
Satu sumber yang sangat bermanfaat bagi para pustakawan yang mencari informasi adalah Usenet. Banyak dari pustakawan tidak dapat menemukan jawaban di koleksi buku mereka tetapi dapat mengajukan perpustakaan kepada grup Usenet dan biasanya strategi ini mendapatkan banyak jawaban dari seluruh dunia.
Cara lain untuk menemukan jawaban dari pertanyaan referensi adalah mencarinya di World Wide Web. Ini sering menjadi pekerjaan yang menakutkan karena informasi yang tersedia banyak dan kualitas dari indexing tidak seimbang. Tapi, sesudah pustakawan mengetahui sumber-sumber yang sering dipakai di perpustakaannya, pustakawan itu pasti akan ketemu banyak informasi yang relevan. Satu cara adalah untuk melokasi dua atau lebih dari index Internet yang terlengkap atau terbesar. Beberapa institusi besar telah memasang halaman Web yang saling berhubungan dengan halaman-halaman lainnya. Dengan bentuk ini sangat berguna untuk membantu pencari data lainnya
Telah ada beberapa situs yang dimiliki organisasi-organisasi Indonesia atau dekat Indonesia. Biro Pusat Statistik telah membuat sebuah situs yang menyediakan jalan masuk ke statistik yang paling baru di beberapa topik. Banyak departemen pemerintah, bank-bank dan organisasi-organisasi lain membuat homepage dan menghubungkan ke informasi database yang berguna. Satu index untuk situs Indonesia adalah Jendela Indonesia.
Bentuk lain dari sumber-sumber full-text yang dapat ditemukan di Internet adalah kamus (misalnya, seleksi dari kamus bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dari Oxford di situs dinamai Dictionaries and Refernce Works. Beberapa kamus untuk para spesialis juga ada, seperti FOLDOC (Free Online Dictionary of Computing). Contoh lainnya adalah Bartlett’sumber Familiar Quotations, Encyclopedia Britanica, dan sebagainya.
• Artikel Jurnal
Artikel jurnal merupakan informasi primer yang sangat penting terutama bagi peneliti dan dosen. Oleh karena itu keberasaannya di perpustakaan khusus atau perguruan tinggi sangat diharapkan. Namun, jika sebuah perpustakaan tidak berlangganan jurnal tertentu, mereka masih dapat memperolehnya dari Internet. Salah satu index ke artikel jurnal yang terkenal disebut Uncover. Setiap orang dapat menelusuri index itu tanpa bayaran tetapi harus membayar untuk fotokopi dari jurnal tersebut.
Artikel-artikel itu dapat dipesan langsung melalui online dan dapat dikirim kepada yang membutuhkan melalui fax, e-mail atau surat biasa. Kadang-kadang kartu kredit harus digunakan untuk transaksi semacam ini, kecuali perpustakaan membuka account khusus untuk penyedia data.
Dengan bayar biaya pendaftaran, seorang spesialis subyek tertentu dapat mendaftar untuk menerima daftar isi jurnal dari topik itu (automatic current awareness). Untuk pengguna perpustakaan tanpa akses ke Internet di rumah mereka, perpustakaan dapat mendaftarkan dan memberi daftar isi jurnal kepada anggota yang berhak sebagai pelayanan tambahan.
Dialog, yang cukup diketahui oleh para pustakawan, memberikan akses ke berbagai database dari artikel jurnal, laporan, dll, dan dapat dijumpai di Internet jika kita berlangganan. Pemakai bahkan harus membayar sebelum dapat mencapai indexnya.
• Dukungan ”Melek Komputer”
Satu aspek yang mendukung para pemakai perpustakaan untuk menjadi melek komputer adalah belajar bagaimana memakai komputer, termasuk bagaimana menggunakan Internet. Ada beberapa tutorial online untuk keperluan ini, dan pustakawan dapat membimbing pemakai daripada menghabiskan waktu berjam-jam mengajari setiap pemakai baru. Salah satu tutorial disebut TONIC : the online netskills interactive course.
Cara lainnya untuk mendukung pengetahuan komputer dan pada waktu yang bersamaan membantu perpustakaan itu sendiri adalah memberi bimbingan kepada pemakai untuk akses ke situs yang menyediakan software komputer gratis. Ada ribuan paket software tersedia di Internet. ”Shareware” dapat dipakai untuk waktu yang terbatas secara percobaan sementara dan ”freeware” dapat dilihat dan dipakai secara gratis. Sebuah contoh situs dimana pustakawan dapat menemukan software adalah IFLA Internet & Library Software Archive.
Perpustakaan Digital
Pada dasarnya, perpustakaan digital sama saja dengan perpustakaan biasa, hanya saja memakai prosedur kerja berbasis komputer dan sumberdaya digital (Widyawan, 2005). Perpustakaan Digital atau digital library menawarkan kemudahan bagi para pengguna untuk mengakses sumber-sumber elektronik dengan alat yang menyenangkan pada waktu dan kesempatan yang terbatas. Pengguna bisa menggunakan sumber-sumber informasi tersebut tanpa harus terikat kepada jam operasional perpustakaan (seperti jam kerja atau jam buka perpustakaan).
Istilah yang digunakan untuk perpustakaan digital (digital library) sering dipertukarkan dengan perpustakaan elektronik (e-library), dan perpustakaan maya (virtual library). Menurut Kusumah (2001) Digital Library belum didefinisikan secara jelas untuk dapat dijadikan standar atau acuan dalam dunia pendidikan. Namun demikian ia mengutip definisi yang dirangkum oleh Saffady sebagai berikut:
”Digital Library adalah perpustakaan yang mengelola semua atau sebagian yang substansi dari koleksi-koleksinya dalam bentuk komputerisasi sebagai bentuk alternatif, suplemen atau pelengkap terhadap cetakan konvensional dalam bentuk mikro material yang saat ini didominasi koleksi perpustakaan.”
Beberapa definisi terhadap istilah-istilah tersebut di atas ditemukan di internet seperti berikut: Electronic Library adalah sebuah sistem perpustakaan yang menggunakan elektronik dalam menyampaikan informasi dan sumber yang dimilikinya. Media elektronik tersebut bisa komputer, telepon, internet dan sebagainya. Jadi Perpustakaan Elektronik dapat didefinisikan sebagai sekumpulan kegiatan yang menggabungkan koleksi-koleksi, layanan dan orang yang mendukung penuh siklus penciptaan, disseminasi, pemanfaatan dan penyimpanan informasi serta pengetahuan dalam segala format yang telah dievaluasi, diatur, diarsip dan disimpan. Perpustakaan Digital atau digital library adalah organisasi yang menyediakan sumber-sumber dan staf ahli untuk menyeleksi, menyusun, menyediakan akses, menerjemahkan, menyebarkan, memelihara kesatuan dan mempertahankan kesinambungan koleksi-koleksi dalam format digital sehingga selalu tersedia dan murah untuk digunakan oleh komunitas tertentu atau ditentukan. Sedangkan Virtual Library adalah penggabungan dari sistem informasi perpustakaan melalui web ataupun secara elektronik dengan koleksi-koleksi dalam format digital. Selain itu dapat juga berarti sebagai perpustakaan yang bisa menampung ataupun menyediakan fasilitas-fasilitas yang biasa disediakan oleh perpustakaan konvensional .
Menurut Widyawan (2005) perpustakaan digital itu tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sumber-sumber informasi lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia. Koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada dokumen elektronik pengganti bentuk tercetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai pada artefak digital yang tidak bisa tergantikan oleh bentuk tercetak.
Daftar Pustaka
1.
Campbell, Jane. Internet dalam Perpustakaan : bagaimana perpustakaan dapat tetap berada di depan (in the forefront) dalam zaman informasi. Makalah disampaikan pada tanggal 9 Oktober 1997 di Institut Pertanian Bogor.
2.
Rahardjo, A. I. Teknologi Informasi: Ancaman Ataukah Peluang Bagi Profesi Pustakawan Indonesia. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995.
3.
Rahim, A.R. Peranan Perpustakaan dan Pustakawan dalam menunjang Pembangunan Nasional. Makalah pada kongres IPI ke VII, Jakarta 1995
4.
Saleh, Abdul Rahman. Otomasi Perpustakaan dan Penggunaan SIPISIS. Makalah lepas.
5.
_________________, dan B. Mustafa. Penggunaan Komputer untuk Pelayanan Informasi di Perpustakaan. Dalam. Kepustakawanan Indonesia: Potensi dan Tantangan. Editor Antonius Bangun dkk. Jakarta: Kesaint Blanc, 1992.
Kamis, 30 Juli 2009
Perpustakaan Modern Harus Menjadi Meeting Point Antar Manusia
Bertempat di Ruang Sidang Utama Gedung Rektorat UII, pada Selasa, 21 April 2009 lalu, Direktorat Perpustakaan menggelar diskusi bertajuk ‘Manajemen Perpustakaan Modern’. Diskusi yang diikuti oleh stakeholders perpustakaan mulai dari tingkat fakultas, rektorat, hingga yayasan badan wakaf ini, menghadirkan dua pembicara, yaitu Luki Wijayanti (Universitas Indonesia) dan Endang Ermawati, M.Lib. (Universitas Bina Nusantara). Dalam kesempatan ini, Wakil Rektor I, Prof. Ir. Sarwidi, MSCE., Ph.D., IP-U., hadir dan menyampaikan sambutan pembukaan diskusi.
ImageWakil Rektor I antara menjelaskan perkembangan perpustakaan UII yang tumbuh dan berkembang dari berbagai unit yang ada namun belum memiliki tempat yang memadai di kampus terpadu. Akibatnya ketika akan mendapat bantuan buku, terdapat beberapa masalah terkait kesiapan sarana. Untuk itulah sejak Puncak Perayaan Milad UII ke 65, telah dimulai pembangunan perpustakaan pusat yang diawali peletakan batu pertama di selatan Masjid Ulil Albab. Sebelumnya tahap pradesain bangunan beserta berbagai unsur di dalamnya telah dibahas melalui panitia yang diharapkan mampu mewujudkan perpustakaan yang representatif untuk UII.
Sementara itu dalam paparannya, Luki Wijayanti menjelaskan bahwa dalam membangun sebuah system perpustakaan terpadu seperti yang dialaminya langsung di UI membutuhkan kerja keras yang melibatkan banyak pihak. Luki menjelaskan misalnya bagaimana melakukan integrasi perpustakaan dari 14 fakultas yang ada dengan membangun paradigma bahwa semua adalah mitra. Dari sini kemudian, dikembangkan keterbukaan mengenai penggunaan beberapa koleksi online yang dilanggan oleh fakultas tertentu, agar fakultas yang lain tidak perlu melanggan koleksi tersebut karena hanya menguntungkan vendor.
Langkah tidak kalah penting adalah penguatan sumber daya manusia (SDM) perpustakaan. Agar terjadi sinergi yang optimal, UI memilih mengembangkan SDM perpustakaan secara terpusat sehingga SDM yang dihasilkan memiliki orientasi pengembangan perpustakaan pusat dan siap jika ditugaskan di fakultas. Dalam mengelola manajemen perpustakaan modern saat ini, Luki memetakan sejumlah poin penting yang harus menjadi perhatian perguruan tinggi. Pertama adalah kebijakan perguruan tinggi itu sendiri dalam mengelola manajemen pendidikan tingginya. Luki mencontohkan bagaimana perubahan framework dari research university, world class university, maupun liberal arts amat berpengaruh dalam kebijakan universitasnya untuk perpustakaan.
Poin lain adalah fasilitas pendukung bagi perpustakaan yang antara lain meliputi gedung, jaringan komunikasi dan transportasi. Kesemuanya menurut Luki harus diperhitungkan secara matang agar fungsi perpustakaan sesuai visi universitas dapat terwujud. Luki mencontohkan bagaimana kebijakan membangun perpustakaan pusat, akan diikuti dengan kebijakan transportasi kampus, sehingga akses ke perpustakaan dapat dinikmati semua mahasiswa maupun dosen.
Keberadaan pusat informasi maupun perpustakaan lain juga harus diperhatikan, terutama dalam kaitannya dengan perkembangan teknologi informasi yang memperluas sumber informasi tidak hanya dari perpustakaan, tetapi internet, blog, maupun jejaring sosial (facebook, plurk, dan lain-lain). Manajemen perpustakaan harus mampu secara efektif memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memanfaatkan perkembangan semacam ini. Termasuk di dalamnya adalah dukungan sistem informasi yang menjadi pilihan pengelolaan perpustakaan. Dengan makin minimalnya penggunaan kertas, digitalisasi menjadi tuntutan dalam dunia akademik yang tidak bisa dihindari perpustakaan perguruan tinggi.
Penggunaan metode pembelajaran yang beragam dalam perguruan tinggi bagi Luki juga menjadi tantangan manajemen perpustakaan karena setiap perubahan metode akan berimplikasi pada perubahan kebutuhan pustaka penunjang. Selain itu, tren pendidikan tinggi yang makin demokratis, yang memberi ruang kreativitas semakin luas bagi mahasiswa membawa implikasi baru, berupa kebutuhan akan diskusi, debat, dan akulturasi ilmiah antar ilmu pengetahuan. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini, saat ini manajemen perpustakaan harus mampu mendesain suasana perpustakaan yang kondusif untuk menjadi ajang pertemuan antar mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu.
“Perpustakaan modern saat ini merupakan media paling demokratis yang menjadi ajang meeting point berbagai manusia dan menjadi ajang perkawinan ilmu,” demikian Kepala Perpustakaan Pusat UI ini menyimpulkan. Itulah sebabnya, dalam grand desain perpustakaan UI yang sedang dalam proses, terdapat banyak ruang diskusi yang menjadi ajang refleksi keilmuan, sekaligus juga diakomodasi kebutuhan estetika melalui ruang publik untuk media hiburan.
Adapun bagi Endang Ermawati, perpustakaan modern saat ini pada dasarnya memiliki fungsi digitalisasi dan pelestarian seiring dengan keterbatasan kemampuan kertas menyimpan informasi dari sebuah buku dan perkembangan teknologi yang menopang pengembangan perpustakaan. Library and Knowlegde Center Manager Ubinus ini juga menjelaskan bahwa seiring posisi perpustakaan yang makin dibutuhkan, perpustakaan juga berpeluang menjadi business unit yang menghasilkan keuntungan bagi perguruan tinggi. Caranya tentu saja dengan memaksimalkan peran yang bisa diberikan dalam memenuhi kebutuhan sivitas akademik dan mengintegrasikannya dengan mitra potensial.
Direktur Perpustakaan UII, Dr. M. Idrus, M.Pd. yang memimpin jalannya diskusi antara menjelaskan bahwa selama ini upaya peningkatan kualitas manajemen perpustakaan juga terus dilakukan oleh Direktorat Perpustakaan UII dengan harapan akan meraih ISO. Berbagai upaya telah dilakukan diantaranya dimulai dengan digitalisasi koleksi maupun pengembangan sistem informasi yang terintegrasi dalam sistem akademik. Upaya pengembangan koleksi yang selama ini terus dilakukan juga diharapkan akan makin lengkap seiring penyiapan perpustakaan berkualitas.
www.uii.ac.id
UU Pemerintah tentang Sistem Informasi Perpustakaan
Perpustakaan sebagai pusat dokumentasi ilmu pengetahuan, memiliki peran penting dalam peningkatan kecerdasan masyarakat, dan pemerintah sekarang sudah cukup peduli dalam mencermati perkembangan perpustakaan yang lebih modern di masa depan, dengan membuat undang – undang yang mengatur tentang standart pengembangan perpustakaan yang modern.
Melalui UU 43 Tahun 2007 Tentang PERPUSTAKAAN, pemerintah mengharapkan para pengelola perpustakaan baik yang terdapat di lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi maupun di lembaga pemerintah seperti Perpusda dll, untuk melakukan pengembangan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang up to date.
Dengan penerapan Teknologi Informasi yang tepat, pengelolaan perpustakaan akan lebih cepat dan efisien, juga standart layanan kepada masyarakat pengguna juga akan terus meningkat, bagi pengguna sendiri akan sangat terbantu karena banyak kemudahan yang ditawarkan.
Berikut cuplikan UU 43 Tahun 2007 Tentang PERPUSTAKAAN, yang berkaitan dengan penerapan Teknologi Informasi :
Bab 5 Layanan Perpustakaan
Pasal 14 Ayat 3
-->Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Ayat 6
--> Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antarperpustakaan.
Ayat 7
--> Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.
Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan
Pasal 19 ayat 2
--> Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Bagian empat
pasal 24 ayat 3
--> Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
Gamatechno selaku pengembang Teknologi Informasi, juga memiliki kepedulian tentang hal ini, dengan salah satu produknya yaitu gtPustaka (Sistem Informasi Perpustakaan), Gamatechno mampu memberi solusi kepada perpustakaan untuk mengelola perpustakaan dengan jauh lebih baik tetapi dengan pembiayaan yang sangat murah, karena gtPustaka versi retail sudah memiliki fitur yang komplit dan mudah digunakan serta sudah mensuport barcode dan smartcard.
Mendukung setiap perpustakaan menjadi lebih modern, digital dan kredibel adalah harapan kami, dengan gtPustaka maka solusi akan manajemen administratif serta pengelolaan data perpustakaan yang lebih baik akan dapat terwujud.
Rabu, 29 Juli 2009
Perpustakaan Harus Jadi Pusat Ilmu
Bandung KOMPAS.com- Perpustakaan mesti mengubah citra. Bukan sekadar tempat penyimpan buku-buku, melainkan adalah pusat ilmu pengetahuan dan cermin peradaban. Untuk itu, perpustakaan di berbagai tempat harus dikemas lebih menarik dan dinamis menjadi pusat kunjungan masyarakat.
"Kalau kita pergi ke luar negeri, misalnya saja Singapura, perpustakaan itu tempat yang ramai dikunjungi. Di tempat kita berbeda. Perpustakaan identik tempat yang gelap, kumuh, dan penuh buku. Kita harus mengubah image (citra) ini," tutur Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf saat membuka Rapat Kerja Pengelola Perpustakaan Daerah Se-Jabar, Selasa (31/3) di Bandung.
Ia berharap, pengelola perpustakaan di berbagai daerah dapat berinovasi dengan memasukkan unsur-unsur rekreasi dan edutainment ke dalam lembaga ini. Tidak melulu konservatif hanya berupa tempat menyimpan buku-buku. "Misalnya dibuat taman bermain (bacaan), biar anak-anak mau datang dan betah," ucapnya. Atau, membuat suatu lomba penulisan kreatif atau memperbanyak buku pelajaran komik yang bisa merangsang anak bergairah membaca.
Pemikiran ini dilandasi keprihatinan minimnya minat baca masyarakat, khususnya di tingkat kanak-kanak. Mereka sekarang lebih gemar main Playstation (video game) daripada baca. "Ini, yang saya tahu, bahkan merambah ke desa-desa. Makanya, kalau tidak kreatif, perpustakaan bisa ditinggalkan," ucapnya. Padahal, menurut Dede, perpustakaan punya peran besar dalam menekan buta aksara sekaligus meningkatkan minat baca.
Terkait imbauan ini, Kepala Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Provinsi Jabar Dedi Djunaedi membenarkan, perpustakaan di masa sekarang ini harus tampil lebih menarik. Untuk itu, pada 2010 nanti, Bapusda Jabar akan melakukan perubahan besar di desain ruangan perpustakaan. "Desain lay out-nya dibuat lebih menarik. Warna-warna yang digunakan pun lebih terang dan mencolok," ucapnya.
Secara bertahap, dengan fokus mengajak lebih banyak pembaca di usia dini atau kanak-kanak, Bapusda Jabar telah menjalankan program story telling untuk anak-anak. Lalu, membuka bimbingan layanan belajar untuk siswa TK-SD yang tengah menghadapi ujian. "Kami pun sudah memiliki ruangan yang ada home theatre-nya," ucapnya.
Setiap hari, ia mengklaim, Bapusda Jabar dikunjungi sekitar 1.000 orang, mayoritas pelajar.
Cermin peradaban
Dalam kesempatan sama, Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Sri Sularsih mengatakan, saat i ni, pertumbuhan tingkat kunjungan ke perpustakaan semakin membaik dari waktu ke waktu. Namun, belum tumbuh betul kecintaan masyarakat untuk senantiasa membaca dan ebrkunjung ke masyarakat. Untuk itu, terobosan melalui variasi-variasi dari pelayanan perpus takaan perlu terus dimunculkan.
"Bagaimanapun, keberadaan perpustakaan tidak bisa dilepaskan dari peradaban suatu masyarakat. Tinggi rendahnya peradaban dari suatu masyarakat tercermin pula dari kualitas perpustakaan yang dimiliki," ucapnya.
Kamis, 23 Juli 2009
Baru, Perpustakaan Universitas digital sajikan manuskrip islam
Universitas Princeton telah menyediakan sebuah perpustakaan digital yang berisi 200 naskah kuno Islam yang di-online-kan untuk pelajar sebagai bahan rujukan dan pembelajaran. Naskah-naskah tersebut diseleksi dari 9500 volume naskah-naskah kuno dalam bahasa Arab, Persia, Turki dan bahasa umat Islam lain di dunia yang tersedia di Bagian Buku Langka dan Koleksi Khusus Perpustakaan Universitas. Menurut Don Skemer, kurator dari kitab kuno tersebut, kehebatan Princeton dikarenakan Universitas ini memegang koleksi buku-buku penting di setengah negara-negara barat dan koleksi buku-buku yang terbaik di dunia.
Perpustakaan digital merupakan sebuah komponen utama dari Proyek digitalisasi dan pengkatalogan naskah-naskah kuno Islam yang dimulai tahun 2005 dengan dukungan penuh David A. Gardner '69 Magic Project. Pada akhirnya, seluruh naskah kuno akan disusun secara online, melibatkan catatan daftar pustaka yang terdiri dari informasi gambaran dasar yang membantu para pencari memutuskan antara memesan kopian microform atau mengunjungi langsung perpustakaan.
“Proyek Digitalisasi dan pengkatalogan naskah-naskah kuno Islam terutama bertujuan sebagai sebuah jalan bagi perpustakaan untuk mengembangkan akses koleksi-koleksi penting perpustakaan dan berbagi ilmu lebih luas melalui teknologi digital” kata Skemer.” Proyek ini sangat diharapkan memberi sebuah sumbangan untuk pemahaman internasional dan melayani sebuah bentuk harapan baik bagian koreksi di dunia”
Michael Cook, Profesor Universitas angkatan 1943 di bidang Kajian timur dan salah satu pemimpin paham Islam di Amerika, mengatakan,”Princeton memiliki 9.500 naskah-naskah kuno Islam dalam bahasa arab dan lainnya sangat sesuai bagi pelajar di Amerika Utara, dan sejauh ini juga sesuai dengan Islam dunia atau Eropa. Kebanyakan koleksinya dikatalogan dalam buku, dan pelajar bisa memiliki microfilms dari kitab kuno tersebut. Tapi, naskah-naskah kuno sangat tua dan langka, sementara microfilms biasanya memiliki gambar yang tidak jelas dan kualitas yang rendah. Karena itulah perpustakaan online digital merupakan perkembangan penting dalam penyediaan kitab-kitab kuno untuk siapapun yang mau membuka web, serta naskah-naskah kuno yang tersedia secara online tersebut memiliki kualitas gambar yang bagus.”
Diperkirakan duaper tiga dari naskah-naskah kuno tersebut disumbangkan ke Universitas pada tahun 1924 oleh Robert Garret, seorang pelajar Princeton angkatan 1987. Selanjutnya, perpustakaan melanjutkan koleksi naskah-naskah kuno tersebut.
Naskah kuno tersebut merupakan naskah-naskah mulai pertengahan abad Islam sampai jatuhnya kerajaan Ottoman. Mereka berasal dari seluruh bagian Islam di dunia, bagian barat dimulai dari spanyol dan afrika utara.melalui timur tengah, ke bagian barat yaitu india dan indonesia. Subjek buku-buku kuno tersebut sangat lengkap meliputi sejarah, biografi, filosofi, dan logika, ke-Tuhanan ( berdasarkan kitab suci Al-Qur’an dan tradisi), hukum dan peradilan, bahasa, sastra, buku sastra dan ilustrasi, sihir dan ilmu supranatural, astrologi,matematika, obat-obatan,dan aspek lain dari kehidupan intelektual dan spiritual dunia islam.
Perpustakaan digital selain memberikan pelayanan keperluan akademik berupa teks yang unik dan langkah, juga berupa sebuah koleksi Naskah kuno persia dan miniatur Mughal, seperti kumpulan miniatur dan kaligrafi india pada abad 18 yang menarik.
Princeton mengharapkan untuk menambah koleksi naskah-naskah kuno pada perpustakaan digitalnya, dan juga memproduksi daftar pustaka online. (yy/pri) dikutip Oleh http://www.suaramedia.com
Selasa, 21 Juli 2009
Era Surat Kabar Digital
Penulis : Ahmad Sofiullah
SAAT Anda membaca Media Indonesia, ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan. Pertama, membaca lewat media kertas atau menggunakan medium internet dengan mengunjungi tautan epaper.mediaindonesia.com pun situs mediaindonesia.com.
Di masa mendatang, alternatif mengeksplorasi berita boleh jadi akan bertambah. Anda bisa membaca
Saat ini, berita memang sudah bisa dikirim ke ponsel maupun PDA. Namun kebanyakan masih dalam bentuk teks. 'Rasa' grafis dan ilustrasi yang merupakan kekuatan
Di 'Negeri Paman Sam', baru-baru ini telah lahir generasi terbaru pembaca digital nirkabel yang diberi nama Kindle DX. Kindle memang nama lama, tetapi ia mengusung teknologi berbeda yang konon bisa memuaskan selera Anda dalam membaca berita.
Ketimbang Kindle generasi-generasi sebelumnya, Kindle DX memiliki ukuran yang lebih besar (diagonal 9,7 inci) sehingga lebih nyaman di mata saat kita membaca. Sang produsen, Amazon, dalam situs resminya mengklaim gadget tersebut memiliki fitur Auto-rotate sehingga kita bisa membaca berita dalam formasi landscape maupun portrait. Gadget yang dibanderol US$489 atau sekitar Rp5.370.000 (asumsi US$1 = 11 ribu) itu juga bisa membacakan satu halaman penuh
Sudah ada beberapa surat kabar yang bisa kita baca lewat Kindle DX seperti New York Times, Wall Street Journal serta majalah Time, The New Yorker, dsb. Semua
Beda dengan e-paper
Cara penyajian
Gadget yang berbalut warna putih itu juga memungkinkan kita membaca ratusan bahkan ribuan buku yang tersedia diAmazon.com dengan banderol US$9,99. Buku yang bersangkutan akan dikirim melalui jaringan pita lebar nirkabel dalam waktu kurang dari 60 detik.
PlasticLogic
Kindle DX dan e-paper hanyalah dua di antara sejumlah teknologi yang mendesak berita agar betul-betul 'menceraikan' kertas. Menurut rumor yang beredar, pabrikan gadget eksklusif Apple juga tengah mempersiapkan sebuah gadget pembaca
Awal 2010 nanti, tantangan dipastikan datang dari PlasticLogioc, sebuah perusahaan yang berbasis di Jerman, Inggris, dan AS. Perusahaan tersebut kabarnya akan merilis sebuah pembaca
Namun, menurut bocoran dari ireaderreview.com, PlasticLogic akan merilis produk yang lebih funky ketimbang Kindle DX saat ini. Konon PlasticLogic akan membuat pembaca digital dengan layar sentuh. Selain itu, PlasticLogic juga akan menyiapkan memori 6 GB, jauh lebih besar ketimbang Kindle DX yang hanya berdaya ingat 3,33 GB.
Bisnis baru
Kemunculan berbagai gadget pembaca
Bagi perusahaan pers, model bisnis semacam itu jelas akan lebih menguntungkan karena tidak harus mengeluarkan banyak biaya untuk percetakan. Dari segi lingkungan, jumlah pohon yang ditebang pun bisa ditekan karena tidak mesti menggunakan kertas. Konsumen juga tinggal membayar sejumlah biaya berlangganan atas
Gadget pembaca digital tidak semata-mata menyajikan berita. Karena berita apa pun bisa kita peroleh gratis dengan berselancar di dunia maya. Lebih dari persoalan biaya, gadget tersebut juga menawarkan kenyamanan. Contohnya, kita bisa dengan nyaman mengelola dan membuat arsip berita dan relatif aman dari ancaman malware. Kita tunggu saja kapan itu akan terjadi di Tanah Air. (OL-5)
Sumber: Media
Jumat, 17 Juli 2009
Mothra Versus Skypeasaurus
Mothra Versus Skypeasaurus
StephenKLibrarians seem to have an aversion to business as a concept. That is unfortunate. Without business and the taxes derived thereby, how else would libraries exist? It is not as if there is a patron these days like Andrew Carnegie endowing library operations. While dreams may be large, the rocket fuel known as greenbacks keeps so many ships on the ground away from their goals.
A situation where this arises is participation in new media endeavors. The skill sets required for producing in new media are somewhat foreign to the optimal skill sets needed to catalog stacks of materials and answers rapid-fire reference questions. Was it any accident that the producers of the LISNews Netcast Network all happened to have experience in technical theater as well as experience in performance? Those are not skills you pick up in library school and are normally considered within the spectrum of American higher education as not things to pick up initially at the graduate level.
There are free tools, where free is considered as in free beer rather than freedom, that librarians have already used in producing podcasts. One fairly limited tool that allows call-in roundtables is TalkShoe. The service's quality has gotten worse over time as per my own observation during participation in fan discussions related to Battlestar Galactica. The former program Uncontrolled Vocabulary provided a roundtable for discussing library science issues. The present program T is for Training attempts to provide a similar roundtable focused on training.
A key flaw with TalkShoe is that purportedly uses technology spun off of the conference loop used by NASA flight controllers who direct shuttle missions. The problem with that is that it works great for providing communications and audio that can be recorded for logging. Such logs were important during situations like the proceedings of the Columbia Accident Investigation Board where actions of flight controllers had to be reconstructed. For casual listening, the audio's quality was slightly abrasive and somewhat harsh. TalkShoe uses a similar model of recording without the same required discipline that is exhibited by flight controllers executing mission orders.
TalkShoe also has limitations on simultaneous live participants. The upper limits on participation are not too certain but passing the fifty participant threshold can seriously impair a call's proceedings. TalkShoe is not a tool used by outfits like CNET or the TWiT Cottage to record programs with remote guests. The Skypeasaurus at the TWiT Cottage is a rig built by their studio manager, Colleen, where six simultaneous Skype feeds are brought in and can be independently mixed using a local physical audio mixer. Having a local mixer with a local operator allows far more fine-tuning of audio quality than the automated system of TalkShoe can provide.
Now, let us turn to practical suggestions for how librarians can surmount these problems. For any single library to have the infrastructure for this in-house would be cost-prohibitive. As the grow of operations at the TWiT Cottage has shown, programs beyond those produced by the TWiT Network are making use of the facilities of the cottage. Having a stable yet reliable hub for bringing in multiple remote guests is apparently quite valuable for diverse group like gdgt and the Gilmor Gang. Translating this into the paradigms of North American librarianship would result in this being an area of activity undertaken by a consortium or a vendor.
The initial startup and construction cost for a consortium to being to provide similar functions to the TWiT Cottage would be immense. At a minimum, the consortium's base would have to have at least one T-1 leased line, one ISDN line, one cable broadband connection, one ADSL connection as a backup, and a single phone line for somebody to answer. As proven from the growing pains of the TWiT Cottage, various data connections to the outside world are best split over separate pipelines so as to ensure acceptable minimum connection quality. At any fixed location this would also require electrical wiring upgrades to accommodate the increased load from the additional air conditioning that would be required to keep the required hardware operational. A number of computers would have to be procured so that enough possible connections were available via Skype or other VoIP system. Systems for editing would be required. All this would be the case even if no video was involved in production.
The hardest part to this is the matter of securing the funds so that an operating base could be equipped. While such an operation could eventually generate revenue that would allow for self-sufficiency, that would take considerable time. In the present harsh economic climate, merely knowing what is needed does not make it any more likely to become reality. With the tools that are free as in beer not producing appropriate quality output, alternative options are few and far between.
Kamis, 16 Juli 2009
Library Systems: Synthesise, Specialise, Mobilise
Introduction
The role of the integrated library system is, and always has been, to help manage the effective delivery of library services. This has traditionally been anchored on the management of the catalogue and physical collection. The core business and service model could be described as 'Acquire - Catalogue - Circulate'. This is increasingly no longer the case.
While the physical collection remains a critical aspect of the library service, it is just one of a number of 'atomic' or 'granular' services presented by the library. The only distinguishing feature of the local collection is the physical location of the resources; a facet that is increasingly irrelevant in today's networked world. Libraries today present a more holistic information environment; the role of library systems therefore is to make the management and delivery of that environment both effective and efficient.
The business and service model is evolving from acquiring, cataloguing and circulating physical collections to synthesising, specialising and mobilising Web-based services. While the transition is undoubtedly evolutionary, it is not at all clear that the systems required to support the new paradigm are an evolutionary development of the traditional Information and Library Service (ILS).
The current generation of federated search systems, link resolvers, resource-sharing systems and electronic record management (ERM) systems are starting to address the new model; the approach, however, is somewhat piecemeal, driven by the identification of specific market opportunities. The fact that these new components are typically being delivered as stand-alone, yet integratable, components is indicative of the current state of the evolution:
- No clear model yet exists for the shape of future library services and systems.
- It is unclear where the ILS fits in the future strategy.
- There is a period of market disruption providing opportunities for new and existing players to reposition themselves in the market.
In making the transition to this new model there are many significant challenges to be overcome by all players in the information supply chain: libraries, system vendors, content suppliers and network service providers.
Synthesising
There is a bewildering and increasing number of 'atomic' services that are relevant to library provision. These range from traditional library services such as content and metadata, to more generic Web services such as authentication, taxonomies and spell-checkers. The role of the library, and its supporting systems, is to synthesise these atomic Web services into a cohesive user-centric environment.
A significant change that has occurred in recent years is that, historically, the component services have been provided by players from within the 'library industry' - content providers, catalogue services, reference services, etc. Increasingly, rich network services are being made available from players outside the traditional library industry. Trivial examples of these services nowadays include the likes of the Web service access to Amazon book reviews and Google's spell-checker. As developments progress, such services will become richer and more commonplace; this means that library systems have to be far more open and externally focused than in the past. It also has profound implications for library standards organisations which traditionally have been internally focused and now need to be far more outward looking.
New-model library systems need to offer a 'plug-and-play' environment to allow holistic user-focused services to be synthesised from this ever-changing sea of Web services. There are three core aspects to such an environment:
- Integration - providing the core technological capability to integrate disparate services into the environment.
- Administration - providing a management environment that takes into account the commercial licensing and maintenance issues of the underlying services.
- Measurement - providing an environment that drives continuous improvement by measuring and monitoring user behaviour and system use.
Specialising
The key value proposition of the local library derives from its physical presence, integration of local services and the detailed knowledge of the user population it serves. In a flattened world where information services can be delivered from anywhere on the network, to maintain relevance it is essential the library leverage these unique strengths to provide a specialised service for its users.
It is the library system's role to support this local specialisation of services. Examples include:
- Respecting local rights and policies - comprehensive authentication and authorisation can only be by integrating the local context; the rights and policies appropriate to a particular individual will include rights derived from local library affiliation. The service provided through the library can therefore be more specialised than that provided through generic network services.
- Respecting national policies and copyright law - the access policy in the content provider contract that has to be understood, respected and enacted in the specialised service.
- Applying local knowledge of the user population to the service - understanding holistic user profiles and requirements allows the service to be tailored to specific user groups and individuals. The library has greater access to specific profiling information than is available to generic network service providers.
- Integration of local systems and services - specific local systems and services (which may or may not be library services) can be integrated into the overall specialised service offering.
- Mediation and guidance - of critical importance is the library's ability to integrate a local personal service with an IT-based service. This clearly distinguishes it from any generic network-based services. The challenge is to provide this mixed human and IT-based service as integrated system with a strong unified brand.
It is clear that as the new model evolves, any services that can be abstracted to generic network services will be. This will be driven by the inexorable need to reduce redundancy and generate wider economies of scale. Throughout this evolution:
- Libraries have to be alert and responsive to changes and be ready to take advantage of the economies and service enhancements generated.
- Network service providers have to be continually looking for opportunities to provide new 'synthesisable services'.
- Library systems have to be sufficiently flexible to support the changing nature of service provision.
Mobilising
Mobilisation is a key catalyst to drive library use and value. The library service must find users at their point of need, wherever that is: Users are on the Web; they are using their suite of office applications; students are using their e-learning environments; doctors are in their clinical management systems; researchers are in their electronic lab books - this is where the library service has to meet them if it is to realise its full value.
Mobilisation is the next frontier of development for library systems. The ability to integrate rich, synthesised library services tightly into workplace applications represents the potential to unlock the latent value in information services.
It should be noted that producing well-synthesised services is a necessary pre-cursor to mobilisation - while, for example, there is undoubtedly some value in presenting a library catalogue search within an e-learning environment, the true value is realised when a comprehensive information discovery service is integrated.
It is also apparent that generating this level of integration will necessarily mean significant interaction with bodies from outside the traditional library sphere; integrating library systems into 'foreign' applications necessarily means interacting with players in those domains. Sometimes these foreign applications will be mainstream de facto standard applications such as Office suites - in this case the integration standards will be defined by the likes of Microsoft and the library systems will simply have to fall in to line. In other cases the foreign systems will be niche applications operating in similar 'island communities' to the library community.
In both these situations mobilisation will have profound effects on library system development organisations and the relevant standards organisations:
- It will drive the more rapid uptake of modern mainstream technologies within library systems.
- It will see bridges being built between 'niche island communities' in order to foster cross-application integration.
Example: The UK National Library for Health
Background
The UK National Health Service (NHS) is committed to providing excellence in healthcare, free at the point of use. Everyone in the UK - no matter how much they earn, who they are, how old they are, where they come from or where they live - should have the health care they need for themselves and for their families. 80% of the UK population say the NHS is critical to British society and the country must do everything it can to maintain it.
To achieve this vision, the NHS has grown into a phenomenally complex organization - it is the world's third largest organisation with around 1 million employees. Every day the service provides around 2 million consultations with approximately 10 million clinical decisions being made.
Critical within the NHS's service delivery is the mandatory use of 'evidence-based healthcare'. To support this, a well-mobilised and synthesised evidence base is clearly essential. The value placed on knowledge services within the NHS is perhaps best summarised by the following quote from Dr. Muir Gray:
"Knowledge is the enemy of disease; the application of existing healthcare knowledge will have a greater impact on health and disease than any drug or technology likely to be introduced in the next decade." [1]
The National Library for Health has embarked on an ambitious programme to synthesise, specialise and mobilise the evidence base to support the NHS's core mission.
At the heart of this programme is a synthesized information discovery and fulfilment service. This programme represents a good example of the evolution of the new library model:
Synthesising
- A single search environment is provided across multiple specialist library services, commercial databases and internal information sources.
- The search process is augmented and enhanced with various Web services such as the Google spellchecker, Amazon book reviews and data enrichment services. These services originate from sources from within, and from outside, the traditional library sphere.
- Authentication and authorisation is provided through an external, NHS-wide authorisation network service. This forms the basis of a comprehensive user-profiling service that can be used to specialise the service to the individual.
- For fulfilment services a synthesised environment can be presented integrating OpenURL resolution, Inter-Library Loan from internal NHS libraries and links to commercial document suppliers.
Specialising
- Appropriate presentation of the evidence base is a central requirement of the service - within the health environment there is a specific requirement for grouping information according to types such as 'patient information', 'clinical guidance', 'clinical evidence', etc. These information types cut across the underlying atomic sources; the specialisation layer performs real-time data analysis in order to categorise and present the information according to the target user requirements.
- Local service integration - the system can direct users to the local library service centres or the appropriate specialist libraries depending on the profile of the particular user.
Mobilising
It is clear that mobilisation represents the key activity that can drive improvement in the delivery of evidence-based healthcare; the evidence base must meet users at their point of need. It is also clear that mobilisation cannot properly occur until the services have been fully synthesised. Initial points of mobilisation include:
- Office suite applications - integrating the evidence base into the Microsoft Research Pane.
- Email & RSS - delivering update information tailored to the user's profile through email and RSS.
- Integration with the Map of Medicine - the Map of Medicine is a specific workplace application that maps over 250 different patient journeys. These journeys are symptom-based and clearly map out the steps to be taken by the clinician. Points in the journeys can be contextually linked to the evidence base through clickable buttons.
This is a compelling example of the synthesise, specialise, mobilise paradigm in action. If this model can be delivered effectively within the health service there is unquestionably immense, and tangible value to be realised. The model clearly does translate into all spheres of the library service, though clearly the value proposition is particularly dramatic in the health space.
Conclusions
Library systems have traditionally been synonymous with the ILS. The classical ILS is increasingly managing and focused on a legacy business process. While the ILS will remain a critical component in the management of a library service, its functions will gradually become peripheral to the core of the library service.
While the 'new library model' is an evolution of the traditional model, the IT systems required to support it are clearly not evolutionary developments of the ILS. At some point there will be a critical jump in perception as to what is the core system supporting the library.
The core of the library system will become an environment that is focused on synthesszing, specialising and mobilising Web services to deliver user-centric services at the point of need.
Significant added value can be realised from library and information services through this model. This can be achieved through:
- Maximising the scope and breadth of services that we can synthesise.
- Minimising and simplifying the interface definition to the core synthesised services.
- Maximising outreach of the service through mobilizing as widely as possible.
The development of this model has been caught in a 'chicken-and-egg' scenario: there is no market for 'synthesisable services' until systems are capable of using them; systems will not be developed to synthesise services until compelling services are available. This cycle can be broken either through ad hoc identification of market opportunities, or through some form of vertical market alignment whereby the systems and services are developed in concert; the latter is more likely to generate a strategic catalyst for development.
During this period of re-alignment, significant opportunities exist for more globalised strategic initiatives both in the development of reusable, synthesisable services and in the front-end systems to exploit such services. All players in the supply network need to be cognizant of and alert to such changes:
- Libraries need to keep aware of new services that can be synthesised into their offering.
- Libraries need to be ready to outsource internal services to network service providers who can realise economies of scale.
- Network service providers have to be looking for opportunities to provide new 'synthesisable services'.
- Library systems providers have to ensure 'plug-and-play' compatibility with network services.
Above all, to maximise the value of our library services the industry needs to be far more externally focused than has traditionally been the case. The services we are synthesising will increasingly be coming from 'foreign' parties and our services will need to be mobilised into domains outside the traditional library sphere. The industry needs to foster links with these adjacent domains at all levels if we are to realise the value inherent in our services.
References
- Dr. Muir Gray, Director, UK National Electronic Library for Health speaking at Chief Scientific Officers 2nd Annual Conference, Healthcare Science: Achievements and Challenges: London, 7 - 8 July 2005
http://www.dh.gov.uk/NewsHome/ConferenceAndEventReports/ConferenceReportsConferenceReportsArticle/fs/en?
CONTENT_ID=4126209&chk=7zVR65
Author Details
Robin Murray
Chief Executive Officer
Fretwell-Downing Informatics
OCLC PICA
Email: robin.murray@fdisolutions.com
Article Title: "Library Systems: Synthesise, Specialise, Mobilise"
Author: Robin Murray
Publication Date: 30-July-2006 Publication: Ariadne Issue 48
Originating URL: http://www.ariadne.ac.uk/issue48/murray/
Copyright and citation information File last modified: Wednesday, 23-Aug-2006 14:27:34 UTC
The Library Catalogue in the New Discovery Environment: Some Thoughts
Introduction
The catalogue [Note 1] has always been an important focus of library discussion; its construction and production are a central part of historical library practice and identity. In recent months, the future of the catalogue has become a major topic of debate, prompted by several new initiatives and by a growing sense that it has to evolve to meet user needs [1][2].
Much of the discussion is about improving the catalogue user's experience, not an unreasonable aspiration. However, we really need to put this in the context of a more far-reaching set of issues about discovery and about the continued evolution of library systems, including the catalogue, in a changing network environment. In this environment, users increasingly discover resources in places other than the catalogue.
This article takes a medium-term perspective and covers some issues that the further development of the catalogue, or the library discovery experience, poses. In the longer term, I think, we will see major changes in how libraries organise themselves to provide services, but coverage of that is outside my scope, and probably my competence, here. My purpose is to touch on some questions, not to provide any answers, as libraries continue to co-evolve with network behaviours and expectations.
It might be useful to begin with a somewhat schematic account of this change. The main outlines of the catalogue were formed in the pre-network world. In that world, materials were distributed to many physical locations. The closer to a user a resource was, the more likely it was to be accessed. Each of those locations developed a catalogue, which described parts of its collection. In this way, the catalogued collection (what was described in the collection, acknowledging that not everything was described) broadly corresponded to the available collection (where availability was determined by being local). In that world, information resources were relatively scarce, and consumed a considerable amount of attention: people would spend time looking in libraries, or in library catalogues, or in moving from bibliographies, abstracting and indexing services, and other finding tools back to library catalogues. This was a necessary behaviour if you were to find things.
Today, we live in a different world. Now, information resources are relatively abundant, and user attention is relatively scarce [3]. Users have many resources available to them, and may not spend a very long time on any one. Many finding tools are available side by side on the network, and large consolidated resources have appeared in the form of search engines. Even within the library, there are now several finding tools available on the network (for local repositories, A&I databases, ..). The user is crowded with opportunity. No single resource is the sole focus of a user's attention. In fact, the network is now the focus of a user's attention, and the available 'collection' is a very much larger resource than the local catalogued collection. The user wishes to 'discover' and use much more than is in the local catalogued collection. Of course, this was always the case. However, the user may be less willing to work hard to make links and connections between resources when they are on the network, and there is more incentive for the library to make the necessary linkages (to resource-sharing systems, or to search engines, for example)..
I think that this shift poses major questions for the future of the catalogue, and this shift is bound up with the difference between discovery (identifying resources of interest) and location (identifying where those resources of interest are actually available). There may be many discovery environments, which then need to locate resources in particular collections. While the catalogue may be a part of the latter process, its role in the former needs to be worked through.
The Catalogue, Discovery and the Network Environment
In this section, I will consider several general issues arising from being in a network environment, before turning in the next section to some more specific ways in which things might change.
Matching Supply and Demand: The Long Tail
One of the interesting aspects of the last couple of years is the emergence of several large consolidated information resources - Amazon, iTunes, Google, etc - which have strongly influenced behaviour and expectation. Unlike these resources, the library resource is very fragmented: it is presented as a range of databases, places, and services. In other words, libraries do not aggregate supply very well. There are at least two factors here. Firstly, there is no unified discovery experience, and, secondly, the transaction costs of using the system are often high (transaction costs refer to the cost in time or effort to perform the steps required to meet a goal). There are a range of potential transaction costs, where you have to move between systems, re-key data, or pass authentication challenges: you may have to search several resources, check for locations, make ILL requests, and so on. Compare this to popular Web resources like those mentioned a moment ago. These provide a unified discovery experience and work hard to reduce transaction costs: they aggregate supply. Think of demand. And, again, think of the large Web presences: they aggregate demand by mobilising large network audiences for resources. The fragmentation of library resources reduces the gravitational pull of any one resource on the network. Nor do these resources tend to be projected into user environments such as the course management system or RSS aggregator. There is limited aggregation of demand. Better matching supply and demand closely relates to what has become known, following Chris Anderson, as the long tail argument. (I explore this in more detail elsewhere [4]). The long tail argument is about how a wider range of resources may be found, used or bought in network environments which better match supply and demand through aggregation at the network level.
Libraries face many interesting questions as they think about how to provide services across multiple physical service points and shared network spaces. Think about some issues which arise from this discussion: I talked about unified discovery and low transaction costs as part of the aggregation of supply. So, it is likely we will see the catalogue integrated with other resources in consolidated discovery environments at various levels (metasearch, regional systems, Google, etc). It is also likely that we will see more streamlined integration of the catalogue as part of supply chains so as to reduce the transaction costs involved in discovery, location, request and delivery of materials (resolution or resource sharing, for example). On the demand side, I talked about gravitational pull and projection into user environments. We will see a variety of ways of connecting the catalogue to large-scale discovery environments. And we will see greater use of Web services, RSS and other approaches to reach out into user environments. All of these approaches are discussed in more detail below.
Discovery and Location Are Different Functions
Elsewhere, I have suggested [5] that we can think about some distinct processes - discover, locate, request, deliver - in the chain of use of library materials. (This chain does not include the various ways in which resources might be used.) Increasingly we will see these sourced as part of separate systems which may be articulated in various combinations, and across material types. A major part of the library challenge is to integrate these processes across different environments (resource sharing, metasearch, resolution, purchase options, ...), or, in the terms established above, to aggregate supply.
Now, historically the discovery and location processes were tied to each other in the catalogue. And each location required a separate inspection. Where somebody discovered something elsewhere (a citation or in a bibliography, for example) they would then inspect the catalogue. In this way the discovery process was tied to the location process, and indeed the catalogue is still closely tied to local inventory management. It is typically a part of the system which manages a part of that collection. This makes less and less sense from a 'discovery' point of view. Of course, we want to be able to find out what is in the local catalogued collection, but to what extent should that be the front door to what the library makes available? Does this give us the best available exposure for library collections? Is it tying the discovery process to a location engine?
In some ways we have end-to-end integrated library systems where the ends are in the wrong places. At one end, we have a catalogue interface which is unconnected to popular user discovery environments or workflows. It is often a somewhat flat experience with low gravitational pull in the crowded network information space. We expect people to discover the catalogue before they can discover what is in (part of) the collection. And this points to the issue at the other end: the 'fulfilment' options open out onto only a part of the universe of materials which is available to the user: that local catalogued collection.
These factors mean that the catalogue currently sits awkwardly in the array of available resources. And in fact, this appears to be realised within library vendor offerings. A couple of things are indicative here. First we see the emergence of new products, like Primo from Ex-Libris, which provide a discovery experience across a broader part of the library collection. In effect they appear to be trying to make discovery of the catalogued collection a part of a broader discovery experience encompassing those parts of the collection which are in library control: local digital collections, institutional repository, catalogue. Of course, this then needs to be articulated with the journal literature, or other resources, probably through metasearch.
And, second, in coming years we will see a new accommodation between the ILS, metasearch, resolution, electronic resource management, repositories, and other components from the ILS vendors as they try to map better this array of systems onto library requirements and user behaviours. Resolution, for example, is now used to locate instances of discovered items, usually articles. In the future, resolution seems likely to develop into more of a service router: given some metadata, what services are available to me on the resource referred to by the metadata (borrow it, buy it, send it to a colleague, ..), or which relate to the metadata itself (export in a particular citation format, for example). It is a way of connecting potentially multiple discovery experiences to multiple fulfilment (request/deliver) services, or a multiplicity of other services. So, one scenario might see the catalogued collection act as a target to a resolver, which in turn would be a resource used by various discovery services. Of course, some of these discovery environments may be outside the library altogether.
So, what we will see is multiple discovery environments. At the institutional level, we are seeing attempts to unify discovery in front of catalogue, resolver and other services, although this is not straightforward. At the same time, given the pressures discussed in the last section, there is a trend to raise catalogue discovery to the network level (regional, national, ..). Libraries Australia, Ohiolink. Worldcat.org, and Deff provide examples here. And for similar reasons, we are seeing growing consideration of exporting discovery to other environments, search engines included. In one scenario, which may become more common, discovery options may connect to materials available for purchase (either by the user, or by the library on an on-demand basis).
It is interesting to compare access to the catalogue with access to the journal literature at this stage. Historically, access to the journal literature was a two-stage process. A user looked in one set of tools - abstracting and indexing services - to discover what was potentially of interest at the article level. Then they would have journal level access to the catalogue to check whether the library held the relevant issue. To caricature Adorno, these two steps represented the torn halves of an integral whole to which they did not add up. Resolution services aim to make that integral whole, to connect the discovery and location experiences seamlessly. Of course, this is done with some expense as we construct knowledge bases to support it. The catalogue, as discussed above, allows you to locate materials in the local collection. We are now seeing scenarios emerge which make the catalogue experience similar to the historical situation with journals where we need to connect a discovery layer (which may represent much more than is in the local collection) with the ILS to locate instances of discovered items in the local collection. This again points to the likely realignment of services within the library systems environment.
The current catalogue will need to be blended in some way with the discovery apparatus for local digital collections, for materials available through resource-sharing systems, for materials available for purchase (either by the user, or by the library on an on-demand basis), for the journal literature, and so on.
The Network Is the Focus of Attention
In a pre-network world, where information resources were relatively scarce and attention relatively abundant, users built their workflow around the library. In a networked world, where information resources are relatively abundant, and attention is relatively scarce, we cannot expect this to happen. Indeed, the library needs to think about ways of building its resources around the user workflow. We cannot expect the user to come to the library any more; in fact, we cannot expect the user even to come to the library Web site any more.
A corollary of this is that there is no single destination, the world has become 'incorrigibly plural'. Search engines, RSS feeds, metasearch engines: these are all places where one might discover library materials. I have described how one might experience a catalogue at institutional, regional or international levels and be guided back to an appropriate collection. Increasingly, we need to think of the catalogue, or catalogue services and data, making connections between users and relevant resources, and think of all the places where those connections should happen.
Finally, we know that today's network users may have different expectations of such services. As well as expecting prompt delivery, they may expect to be able to rate and review, to persistently link, to receive feeds of new materials, and so on. Services need to enter the fabric of their working and learning lives through those tools they use to construct their digital workflows and identities. The emergence of social networking has also caused us to think a little differently about 'discovery'. The network conversations that are facilitated by these services, either directly where folks talk about things, or indirectly where one can trace affiliations through tagging, social bookmarking, and other approaches, have become important orientations for many people.
So, the catalogue emerged when patterns of distribution and use of resources, and corresponding behaviours, were very different than they are now. The catalogue was a response to a particular configuration of resources and circumstances. The question now is not how we improve the catalogue as such; it is how we provide effective discovery and delivery of library materials in a network environment where attention is scarce and information resources are abundant, and where discovery opportunities are being centralised into major search engines and distributed to other environments.
Multiple Discovery Experiences
As we work to aggregate supply (either through consolidation of data or of services) so we must work to place these resources where they will best meet user needs. In this process, discovery of the catalogued collection will be increasingly disembedded, or lifted out, from the ILS system, and re-embedded in a variety of other contexts -- and potentially changed in the process. And, of course, those contexts themselves are evolving in a network environment.
What are some of those other discovery contexts? I have referred to some throughout; here is a non-exhaustive list of current examples:
Local Catalogue Discovery Environments
There has been a recent emphasis on the creation of an external catalogue discovery system, which takes ILS data and makes it work harder in a richer user interface. The NCSU catalogue [6] has been much discussed and admired in this context. Ex-Libris has announced its Primo product [7] which will import data from locally managed collections and re-present it. Furthermore, we have just seen announcements about the eXtensible Catalog project [8] at the University of Rochester. One of the ironies of the current situation is that just at the moment when we begin to extract more value from the historic investment in structured data in our catalogues, and these initiatives are examples of this trend, we are also looking at blending the catalogue more with other data and environments where it may be difficult to build services on top of that structured data. Think of what happens, for example, if you combine article level data and catalogue data.
Shared Catalogue Discovery Environments
We also observe a greater trend to shared catalogues, often associated with resource-sharing arrangements. It has not been unusual to see a tiered offering, with resources at progressively broader levels (for example: local catalogue, regional/consortial, Worldcat). The level of integration between these has been small. However, in recent times we have seen growing interest in moving more strongly to the shared level. This may be to strengthen resource-sharing arrangements, the better to match supply and demand of materials (the 'long tail' discussion [4]), and to reduce costs. And once one moves in this direction, the question of scoping the collective resource in different ways emerges: moving from local to some larger grouping or back. The value of OhioLink as a state-wide catalogue is an example here. OCLC has just made Worldcat.org available, which aims to connect users to library services, brokering the many to many relations involved. A critical driver here is the benefit of consolidation, and discussion of what level of consolidation is useful. Increasingly, a library will have to consider where and how to disclose its resources.
Syndicated Catalogue Discovery Environments
Increasingly, the library wants to project a discovery experience into other contexts. I use 'syndication' to cover several ways of doing this. Typically, one might syndicate services or data. In the former case a machine interface is made available which can be consumed by other applications. We are used to this model in the context of Z39.50, but additional approaches may become more common (OpenSearch, RSS feeds, ..). How to project library resources into campus portals, or course management systems, has heightened interest here. A service might provide a search of the collection, but other services may also be interesting, providing a list of new items for example. The syndication of data is of growing interest also, as libraries discuss making catalogue data available to search engines and others, with links back to the library environment. Several libraries and library organisations are exposing data in this way. And OCLC has been very active in this area with Open WorldCat, where member data is exposed to several search engines.
The Leveraged Discovery Environment
This is a clumsy expression for a phenomenon that is increasingly important, where one leverages a discovery environment which is outside your control to bring people back into your catalogue environment. Think of Amazon or Google Scholar. Now this may be done using fragile scraping or scripting environments, as for example with library lookup or our FRBR (Functional Requirements of Bibliographic Records) bookmarklets. Here, a browser tool may, for example, recognise an ISBN in a Web page and use that to search a library resource. The work that Dave Pattern has done with the University of Huddersfield catalogue is an example here. The broader ability to deploy, capture and act on structured data may make this approach more common: the potential use of CoINS (ContextObject in Span) is a specific example here.
There Are a Lot of Questions!
We are, then, looking at complex shifts in behaviour and network systems. Many issues need to be worked through; here are some examples:
Scale, Niches and Value
Much of what I have said supports consolidation into general network level services. The unified discovery experience of the search engines, Amazon, iTunes, and so on, has been a very powerful example. And we will certainly see greater consolidation of discovery opportunities in the library space. This will be in institutional, regional/national, and vendor contexts. At the same time, we are seeing growing interest in specialisation for niche requirements. How do you scoop out the resources which are of particular relevance to a specific course, for example, or do we want to build services specialised towards those working in archaeology, biodiversity, or other disciplines? And the library will want to add more value in terms of higher-level services: what are the 'best' resources in a particular area, feeds for new materials, interaction with the developing apparatus for reading list and citation management, and so on. Being able to do some of these things effectively will require further architectural, service and organisational development. From an architectural point of view, for example, it means being much more readily able to filter, recombine and manipulate data and Web services. From an organisational point of view it means finding ways to share or outsource routine work, and focus on where the library can make a distinctive impact.
The User Experience: Ranking, Relating and Recommending
There is a general recognition that discovery environments need to do more to help the user. Developers are looking at ranking (using well-known retrieval techniques with the bibliographic data, or probably more importantly, using holdings, usage or other data which gives an indication of popularity), relating (bringing together materials which are in the same work, about the same thing, or related in other ways), and recommending (making suggestions based on various inputs - reviews or circulation data for example). Users of Amazon and other consumer sites are becoming used to a 'rich texture of suggestion', and we have data to do a better job here than we have had hitherto. This leads naturally into the mobilisation of user participation - tagging, reviews - to enhance the discovery experience. PennTags is a widely noted institutional experiment in this area. This raises interesting questions. One is the issue of critical mass, and it may be that mechanisms emerge to share this data, or to invite it at some shared level. It is appropriate to think here about the success of social networking sites, and about the attraction there is to converse and connect around shared interests: these are becoming important 'discovery' venues. LibraryThing is an intriguing example of how such interest can be mobilised to create an increasingly rich resource. This raises a second issue, about levels: are there particular local interests and contexts which would benefit being captured and how does that play with stuff on a more general level. And, third, there are architectural issues around identity and citation.
Talking to the Backend Library System
In the context of an ILS service layer [9], if the discovery environment is separated from the ILS, there needs to be a way for the two to communicate. Again, this is currently done through a variety of proprietary scripting and linking approaches. It would be useful to agree a set of appropriate functionality and some agreed ways of implementing it.
The Discovery Deficit: The Catalogued Collection Is Only a Part of the Available Collection
I am thinking of two related things here. The first - which has been discussed throughout this article - is that there will be a growing desire to hide boundaries between databases (A&I, catalogue, repositories, etc) - especially where those boundaries are seen more to reflect the historical contingencies of library organisation or the business decisions of suppliers than the actual discovery needs of users. We will see greater integration of the catalogue with these other resources, whether this happens at the applications level (where the catalogue sits behind the resolver, or is a metasearch target), or at the data level (where catalogue data, article level data, repository data, and so on, are consolidated in merged resources). We will also see greater articulation of the catalogue with external resources. This then poses a second issue, about the data itself. Our catalogues are created in a MARC/AACR world, with established practices for controlling names, subjects and so on. However, as the catalogue plays in a wider resource space, issues arise in meshing this data with data created in different regimes, and accordingly in leveraging the investment in controlled data. Think about personal names for example, where authority control practices apply only to the 'catalogued collection'. What does it mean when that data is mixed with other data? Does it become more difficult to build higher-level services which exploit the consistency of the data - faceted browse for example? Libraries have made a major historical investment in structured data. We need to find good ways of releasing the value of that investment in productive use in these new services.
Routing
As we separate functions - discovery from location and fulfilment - we need effective ways of tying them back together. Resolution was discussed as important in this context above. In the longer term, it also is an example of the broad interest converging on directories and registries. In the type of environment I have sketched here, we need registries which manage the 'intelligence' that applications need in order to tie things together. Registries of services (resolvers, deep opac links, Z39.50/SRW/U targets, ..), institutions (complex things!), and so on. One wants to be able to connect users to services they are authorised to use, or to tie institutional service points to geographic co-ordinates (so as to be able to place locations on a map), or to tie a user application to the appropriate institutional resolver (so as to be able to bring somebody from a discovered item to one that is available to them), and so on. In each case, system-wide registries will remove local development burdens.
Indexing
One of the interesting recent developments in the 'book' space has been the emergence of mass digitisation initiatives alongside existing aggregations of e-books. This opens up the prospect of access to the book literature at the full-text level, and also of building higher-level services on this new corpus of material. In effect, if they can be used appropriately, we are acquiring indexes to books scattered through many collections. We need to work through how these index resources can be leveraged to provide deeper access to local collections. For example, one can imagine a local application leveraging a 'book search engine' to find appropriate titles and then trying to locate those titles locally or against other fulfilment options.
Sourcing
This is an interesting topic which is not yet widely explored in the ILS area. The typical current model is a licensed software model where an instance of a vendor application is run locally. The examples above show some other models: local development, collaborative sourcing, and an on-demand model where the catalogue or other functionality is provided as a network service. Here, as in other areas of library systems work, we are likely to see a much more plural approach to sourcing system requirements in coming years.
Conclusion
The catalogue discussion is often presented as just that, the catalogue discussion. However, I have argued here that it belongs in a wider context. We may be lifting out the catalogue discovery experience, but we are then re-embedding it in potentially multiple discovery contexts, and those discovery contexts are being changed as we re-architect systems in the network environment. These systems include discovery systems for other collection types (the institutional repository, or digital asset repository, etc); the emergence of a general search/resolution layer within the library; external environments as different as Google and Amazon, the RSS aggregator, or the course management system. The discovery experiences will also increasingly be part of various supply chains: resource sharing or e-commerce, for example, or local resolution services.
In summary, the catalogue question is a part of the complex set of questions we will address as we re-architect the discovery-to-delivery apparatus in ways appropriate to changing network behaviours.
Notes
- I have used 'catalogue' throughout this article with some unease, but alternative approaches were too clumsy. The problem I faced is that while the word 'catalogue' currently evokes a recognisable bundle of functionality, I sometimes use the word with a different bundle of functionality in mind, as I am talking about how functionality may be reconfigured across a variety of systems.
References
- This short article adapts the following entry in Lorcan Dempsey's Weblog: Lifting out the catalog discovery experience, 14 May 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/001021.html
- Several of these initiatives are also discussed in: Thinking about the catalog, 12 January 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/000919.html
- There is a growing literature on attention. The Bubble Generation blog is an interesting venue for discussion of production and use of information and other media resources in a network environment: http://www.bubblegeneration.com/
- Lorcan Dempsey. Libraries and the Long Tail: Some Thoughts about Libraries in a Network Age, D-Lib Magazine Vol. 12, No. 4, April 2006. http://www.dlib.org/dlib/april06/dempsey/04dempsey.html
- Lorcan Dempsey's Weblog: Discover, locate, ... vertical and horizontal integration, 20 November 2005, http://orweblog.oclc.org/archives/000865.html
- North Carolina State University Libraries Catalog http://www.lib.ncsu.edu/catalog/
- Primo: an Exclusive Peek from Ex Libris http://www.exlibrisgroup.com/webinar_1144862525.htm
- University of Rochester press release, 14 April 2006: Mellon Grant Funds Planning Analysis for Future Online Services http://www.rochester.edu/news/show.php?id=2518
- Lorcan Dempsey's Weblog: A palindromic ILS service layer, 20 January 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/000927.html
Further Reading
Related issues are discussed in these blog entries:
- Search, share and subscribe, 6 March 2006 http://orweblog.oclc.org/archives/000964.html
- Thinking about the catalog, 12 January 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/000919.html
- Discover, locate, ... vertical and horizontal integration, 20 November 2005, http://orweblog.oclc.org/archives/000865.html
- Systemwide activities and the long tail, 25 February 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/000955.html
- Systemwide discovery and delivery, 22 December 2005, http://orweblog.oclc.org/archives/000903.html
- A palindromic ILS service layer, 20 January 2006, http://orweblog.oclc.org/archives/000927.html
- Making data work - Web 2.0 and catalogs, 4 October 2005, http://orweblog.oclc.org/archives/000815.html
Author Details
Lorcan Dempsey
VP Programs and Research & Chief Strategist
OCLC
Email: dempseyl@oclc.org
Web site: http://orweblog.oclc.org
Article Title: "The Library Catalogue in the New Discovery Environment: Some Thoughts"
Author: Lorcan Dempsey
Publication Date: 30-July-2006 Publication: Ariadne Issue 48
Originating URL: http://www.ariadne.ac.uk/issue48/dempsey/
Copyright and citation information File last modified: Monday, 14-Aug-2006 06:59:36 UTC