Senin, 24 Agustus 2009

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN KEPUSTAKAWANAN INDONESIA

15 Pokok Perhatian yang Perlu Segera Mendapat Perhatian Bersama

Buku adalah soko guru peradaban berbasis informasi dan pengetahuan.
Perpustakaan memungkinkan peradaban itu tetap berlangsung, baik dengan
mempertahankan peran buku, maupun dengan memanfaatkan teknologi informasi terbaru. Pengelola institusi ini disebut pustakawan, dan keseluruhan kegiatan pengelolaan itu disebut kepustakawanan. Secara sempit kepustakawanan sering hanya dihubungkan dengan kegiatan teknis yang dilakukan pustakawan. Ini adalah pandangan yang salah.

Kepustakawanan memang berintikan sebuah profesi, yaitu pustakawan. Profesi ini memegang teguh nilai-nilai tentang kualitas, kehormatan, dan
kebersamaan. Pustakawan bekerja berdasarkan etos kemanusiaan sebagai lawan dari kegiatan pertukangan semata. Pustakawan adalah fasilitator kelancaran arus informasi dan pelindung hak asasi manusia dalam akses ke informasi.
Pustakawan memperlancar proses transformasi dari informasi dan pengetahuan menjadi kecerdasan sosial atau social intelligence. Tanpa kepustakawanan, sebuah bangsa kehilangan potensi untuk secara bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat.

Sebagai sebuah bangsa, Indonesia tak ingin terpuruk dan tercekik krisis
yang seakan tak ada hentinya. Indonesia memerlukan Kepustakawanan agar dapat bersama-sama menjadi cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Untuk membangun Kepustakawanan Indonesia diperlukan kesungguhan menghadapi 15 pokok perhatian yang terkelompok menjadi empat isyu besar, yaitu:

. Profesionalisme pustakawan.
. Akuntabilitas dan kredibilitas.
. Pendanaan dan standardisasi.
. Landasan ilmu dan pemanfaatan teknologi informasi.

PROFESIONALISME
Undang-Undang Perpustakaan menyatakan bahwa institusi perpustakaan dipimpin oleh seorang ahli yang berlatarbelakang pendidikan ilmu perpustakaan. Ketentuan ini harus ditegakkan dengan memastikan bahwa Kepala Perpustakaan di semua jenis perpustakaan memang dijabat oleh orang yang tepat dan cocok.

Tantangan dan persoalannya:
1. Di jajaran seluruh jajaran pemerintahan terjadi pola penempatan
Kepala Perpustakaan secara serampangan tanpa memedulikan asas ketepatan dan kecocokan. Pola ini meluas di seluruh Indonesia dan seringkali dilakukan secara sengaja.

2. Di kalangan swasta terjadi kesimpangsiuran dan kesalahpahaman
tentang fungsi Kepala Perpustakaan. Banyak Kepala Perpustakaan yang tidak
dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara profesional dan tidak
diapresiasi secara wajar.

3. Di sekolah-sekolah belum terdapat kejelasan tentang fungsi dan
tugas ‘guru-pustakawan’ atau ‘pustakawan- guru’. Perpustakaan di
sekolah-sekolah sering dijalankan tanpa manajemen yang memadai antara lain karena dipimpin oleh orang yang tidak mampu, tidak tepat, dan tidak cocok sebagai Kepala Perpustakaan.

Ketiga persoalan nyata di lapangan tersebut ditengarai sebagai wujud dari
persoalan yang lebih mendasar yaitu kekurangtahuan dan ketidakpedulian
tentang profesi pustakawan. Kedua hal negatif ini harus dihilangkan. Tanpa
apresiasi yang benar dan memadai tentang pustakawan maka
perpustakaan- perpustakaan di Indonesia akan berjalan secara serampangan, sporadis, dan tumpang-tindih; mengurangi potensi institusi ini yang secara bersama-sama dapat bertindak sebagai pondasi bagi bangsa yang maju dan berkepribadian di bidang pengetahuan dan informasi.

AKUNTABILITAS DAN KREDIBILITAS

Mengingat hakikat dasar perpustakaan sebagai institusi yang berupaya membuka akses pengetahuan dan informasi seluas-luasnya bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat di Indonesia, maka adalah wajar bahwa perpustakaan- perpustakaan yang terbuka untuk umum harus semakin banyak tersedia di Indonesia. Sesuai yang diamanatkan Undang-Undang, untuk mewujudkan keberadaan perpustakaan- perpustakaan seperti itu diperlukan dukungan penuh dari Pemerintah, selain juga partisipasi dari masyarakat yang seluas mungkin.
Tantangan dan persoalannya:

4. Selama berpuluh-puluh tahun, tidak ada koordinasi dan visi-misi
yang jelas dalam pelaksanaan perpustakaan di Indonesia. Potensi
kepustakawanan Indonesia musnah oleh diskoordinasi, proyek-proyek pemerintah yang sporadis, perencanaan yang amburadul, dan ketiadaan kepemimpinan (leaderships) . Keadaan ini bertambah parah ketika tidak ada kejelasan tentang fungsi-fungsi institusi informasi seperti arsip, perpustakaan dan dokumentasi.

5. Hal serupa terjadi pada upaya masyarakat umum untuk membantu
pengembangan kepustakawanan. Banyak niat-baik anggota masyarakat untuk ikut membangun kepustakawanan terhambat, baik oleh ketidaktahuan maupun oleh kesalahpahaman. Lebih menguatirkan lagi, banyak niat-baik ini akhirnya tak mencapai tujuannya karena disalahgunakan untuk kepentingan popularitas sesaat, atau untuk menghabiskan dana pemerintah yang tidak diawasi oleh sebab-sebab yang sudah diurai di butir 4 di atas.

6. Diskoordinasi yang sudah amat parah dan ketiadaan fokus menyebabkan
kepustakawanan di Indonesia kehilangan kredibilitas. Perpustakaan sering
hanya dianggap gedung atau ruangan seadanya, dan dikelola secara amatiran tanpa kesinambungan. Akibatnya, perpustakaan- perpustakaan Indonesia tak dekat dengan masyarakatnya dan diabaikan pula.

7. Sudah terlalu banyak ‘gerakan’ yang dilakukan untuk mempromosikan
kepustakawanan, namun semua gerakan ini tidak tepat sasaran oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di atas atau dikooptasi untuk kepentingan pribadi. Ini menambah buruk citra dan menurunkan kredibilitas kepustakawanan Indonesia di mata masyarakatnya.

PENDANAAN DAN STANDARDISASI

Sesungguhnya, berkat tekad yang bulat untuk memajukan pendidikan, bangsa Indonesia telah berkehendak menyediakan dana untuk keperluan pendidikan.
Sudah sewajarnya kehendak ini juga tersalurkan dan terwujudkan dalam bentuk pengembangan perpustakaan, khususnya di sekolah dan perguruan tinggi, namun juga di masyarakat luas dalam bentuk perpustakaan untuk umum yang menunjang pendidikan seumur hidup. Tantangan dan persoalannya:

8. Oleh sebab-sebab yang sudah diuraikan di butir 4 sampai 7, telah
terjadi dua hal yang amat merugikan bangsa Indonesia. Pertama, perpustakaan tak mendapat dana yang memadai oleh anggapan keliru bahwa institusi ini bukan termasuk pilar pendidikan. Kedua, dana yang ada pun tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sebab memang tidak dikelola dengan profesional dan akuntabel.
Kedua hal ini harus dihentikan, khususnya ketika bangsa ini sudah bertekad
menyediakan 20% anggaran pembangunan untuk pendidikan. Perlu ditegaskan secara lebih tersurat alokasi yang cukup dari anggaran pembangunan pendidikan.

9. Sebagai kegiatan yang bersifat nasional dan meluas, kepustakawanan
sesungguhnya memerlukan standar yang jelas dan terukur. Indonesia
ketinggalan amat jauh dibandingkan negara-negara lain. Banyak sekali -kalau
tidak dapat dikatakan hampir semua- kegiatan perpustakaan, baik yang
dilakukan pemerintah, swasta, maupun masyarakat umum dan perorangan,
diselenggarakan tanpa standar. Kalaupun ada standar, pada umumnya standar itu dibuat untuk keperluan birokrasi dan administrasi yang kurang
memperhatikan hakikat perpustakaan sebagai institusi sosial-budaya
masyarakatnya.

10. Pengawasan mutu dan pembelajaan dana di bidang perpustakaan sangat
kurang, kalau tak dapat dikatakan tiada sama sekali. Celah penyalahgunaan
dana amatlah besar, baik oleh kesengajaan maupun oleh mismanagement. Secara lebih spesifik, tak ada mekanisme dan prosedur untuk mengaitkan dana perpustakaan dan mutu yang dapat dirasakan oleh masyarakatnya. Dibandingkan negara-negara lain, kepustakawanan Indonesia amat tertinggal dalam hal penjaminan mutu.

LANDASAN ILMU DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI

Indonesia boleh bangga sebab pendidikan bagi profesi pustakawan sudah hadir sejak 1954, pada masa awal kemerdekaan. Kenyataan historis ini menunjukkan penghargaan bangsa pada pentingnya profesi pustakawan untuk kemajuan pengetahuan. Sekarang, tak kurang dari 13 perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan di bidang perpustakaan baik di tingkat diploma, sarjana, maupun magister. Namun aset yang amat besar ini terancam tak terwujud menjadi modal
karena persoalan-persoalan berikut:

11. Para penyelenggara pendidikan kehilangan orientasi ilmu dan terpaku
pada pengajaran hal-hal teknis. Ini ikut menyumbang pada kesalahpahaman di masyarakat tentang profesi pustakawan dan menjadi salah satu penyebab utama mengapa citra pustakawan di Indonesia sangat dilecehkan sebagai ‘tukang’ semata. Dibandingkan negara-negara lain, pendidikan Indonesia sangat kurang menghargai filsafat, ilmu, dan metodologi perpustakaan yang sudah teruji.
Para penyelenggara dan pengajar jurusan ilmu perpustakaan terlalu
berorientasi teknis.

12. Salah satu sebab dari orientasi yang terlalu teknis itu adalah
ketiadaan pengakuan terhadap keabsahan Ilmu Perpustakaan yang saat ini di
dunia bahkan sudah berkembang menjadi Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Di kalangan akademisi maupun penyelenggara perguruan tinggi dan penyelenggara pemerintahan di bidang ini, pemahaman dan apresiasi tentang Ilmu Perpustakaan dan Informasi amat kurang. Selalu ada hambatan untuk mengembangkan ilmu ini, antara lain karena semua pihak menganggapnya ‘bukan ilmu’.

13. Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan Informasi -sebagai lawan dari
penguasaan keahlian teknis semata- diyakini dapat menjamin implementasi
teknologi yang baik, benar, dan tepat guna guna membangun masyarakat
informasi dan masyarakat berbasis pengetahuan. Pelecehan terhadap Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, baik oleh akademisi, penyelenggara pendidikan, maupun pemerintah, menyebabkan ketertinggalan kita dalam memanfaatkan teknologi informasi di bidang perpustakaan.

14. Penguasaan Ilmu Perpustakaan dan Informasi diyakini dapat pula menjadi penyeimbang bagi dominasi penggunaan teknologi informasi sebagai alat industri dan bisnis belaka. Melalui pemahaman tentang filsafat, ilmu, dan metodologi yang benar, maka profesi pustakawan dapat menjadi fasilitator bagi pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan Indonesia yang cerdas, berpengetahuan, dan bermartabat. Pelecehan terhadap Ilmu Perpustakaan dan Informasi menyebabkan pustakawan kurang berperan dalam hal ini dan akhirnya semata-mata menjadi konsumen dari alat-alat teknologi. Pada gilirannya, pustakawan juga tak dapat membantu masyarakat memanfaatkan teknologi informasi bagi kepentingan mereka.

15. Untuk mewujudkan potensi pendidikan yang menghasilkan profesionalisme di bidang perpustakaan amatlah penting menyelaraskan kurikulum semua penyelenggara pendidikan di bidang ini. Bersamaan dengan itu, penyelenggara pendidikan juga harus memperhatikan kondisi dan kebutuhan sesungguhnya dengan masyarakat Indonesia, termasuk dalam menyediakan kekhususan ilmu untuk profesi-profesi spesifik.

(Diambil dari tulisan Ibu Harkrisyati kamil di the_ics : TANTANGAN DAN PERMASALAHAN KEPUSTAKAWANAN INDONESIA)

Perpustakaan Daerah hanya Jadi Gudang Buku

YOGYAKARTA--MI: Perpustakaan Daerah belum mampu memenuhi fungsinya sebagai tempat masyarakat memperoleh ilmu dengan membaca tetapi masih sebatas berfungsi sebagai "gudang" buku.

"Saya melihat, banyak perpustakaan daerah yang masih sepi karena koleksi buku yang dimiliki oleh perpustakaan tersebut belum menyentuh keinginan masyarakat," kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Pusat Setia Dharma Majid, usai pembukaan Jogja Book Fair 2009, di Yogyakarta, Selasa (4/8).

Menurut dia, perpustakaan daerah tidak dapat egois dan perlu melihat kondisi masyarakat sekitar dalam penyediaan buku bacaan, yaitu dengan proporsi 30 persen buku muatan lokal sedang sisanya adalah buku wawasan nasional dan internasional.

Perguruan tinggi, lanjut Setia, juga perlu dilibatkan untuk melakukan penelitian mengenai buku muatan lokal apa yang cocok ditempatkan di perpustakaan daerah tersebut.

"Masyarakat di tiap daerah tentunya memiliki perbedaan sehingga tidak dapat disamaratakan. Masyarakat yang didominasi oleh petani akan membutuhkan buku yang berbeda dengan masyarakat yang didominasi oleh kelompok lain," katanya.

Pemerintah daerah, lanjut Setia, juga tidak boleh lepas tangan dalam pengembangan perpustakaan daerah. "Pemerintah daerah perlu menyediakan dana khusus untuk meningkatkan tulisan-tulisan mengenai potensi daerah yang kemudian dibagikan ke perpustakaan di daerah yang bersangkutan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti yang membuka secara resmi acara tersebut menyatakan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa dengan masyarakat yang memiliki kebiasaan membaca.

"Buku dan membaca adalah cara terbaik untuk mencerdaskan bangsa, karena dengan membaca, masyarakat dapat memperoleh ide dan kreasi baru," katanya.

Sementara itu, menyangkut koleksi buku di perpustakaan daerah milik Kota Yogyakarta, Haryadi menyatakan bahwa koleksinya cukup dan mampu diputar ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM).

"Jadi buku itu tidak hanya menumpuk di perpustakaan saja yang menjadikan perpustakaan seperti gudang buku, tetapi berputar di masyarakat," katanya.

Haryadi juga meminta agar masyarakat dapat memanfaatkan jam keluarga membaca dan juga jam belajar di masyarakat dan mengisinya dengan membaca, tidak hanya oleh pelajar, mahasiswa, guru dan dosen tetapi juga semua lapisan masyarakat.

Pada Jogja Book Fair 2009 yang digelar di Hall C Jogja Expo Center tersebut, salah satu pesertanya adalah dari Balai Bahasa Yogyakarta yang menampilkan puluhan naskah kuno. (Ant/OL-03) Sent from my BlackBerry® powered

Jumat, 21 Agustus 2009

Website Jurnal Ilmiah Pertama Indonesia

TEMPO Interaktif, Subang - Mulai hari ini Indonesia memiliki website Jurnal Ilmiah Indonesia dengan nama Indonesia Scientific Journal Database atau Website Jurnal Ilmiah Indonesia. Situs internet itu dikelola oleh Lembaga Ilmu dan Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Koleksi jurnal ilmiah yang terkumpul dalam situs itu sudah mencapai 5000 artikel berasal dari 400 jurnal terakreditasi.

Peluncuran website tersebut dilakukan di kampus Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna –LIPI di Subang, Jawa Barat, Kamis (20/08/09). Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah–LIPI, Putut Irawan Pudjiono mengatakan, untuk sementara website tersebut baru bisa diakses oleh kalangan tertentu. “Tapi, mulai Oktober sudah bisa diakses secara nasional dan gratis” kata Putut.

Website ISJD diluncurkan buat menjawab kebutuhan publik yang selama ini merasa kesulitan untuk bisa mengakses jurnal ilmiah. Pada saat ini, jurnal ilmiah yang ada di Indonesia hanya dalam bentuk cetak dan jumlahnya pun sangat terbatas. Tersedianya jurnal ilmiah secara online ini diharapkan membantu masyarakat mendapatkan jurnal ilmiah dengan gampang dan isi berkualitas. “Semua artikel dari ratusan jurnal terakreditasi itu bisa diakses,” kata Puput. “Pada akhir tahun ini, jumlahnya akan mencapai 7000 artikel.”

Bila dibandingkan dengan negara lain dalam soal pengelolaan jurnal ilmiah secara internasional, Indonesia masih berada di urutan yang mengecewakan. “Kita berada di peringkat 200 lebih di dunia,” katanya.

Kehadiran website ISJD diharapkan mampu menggenjot posisi pengelolaan jurnal Indonesia naik ke peringkat yang lebih baik. Putut berani bertaruh, dari segi isi jurnal ilmiah hasil karya para intelektual Indonesia setara bahkan lebih bagus dibanding dengan produk jurnal ilmiah negara tetangga, seperti Malaysia misalnya. “Dari sisi kualitas kita lebih unggul, tapi kita memang kalah dalam promosi,” ujarnya.

Agar pengelolaan website ISJD lebih profesional dan maju, LIPI telah menggandeng seluruh perguruan tinggi di nusantara bergabung dalam situs tersebut.

NANANG SUTISNA

Sekolah di Amerika Gunakan Virtual Komputer NComputing

Sekolah-Sekolah Wilayah di Seluruh Penjuru Negara Bagian di Amerika Ramai-Ramai Menggunakan NComputing untuk Memperluas Akses Komputer Bagi Siswa sekaligus Memangkas Pengeluaran Biaya Jangka Panjang

REDWOOD CITY, CALIFORNIA. – Paket stimulus yang dicanangkan Presiden Obama telah menganggarkan milliaran dollar untuk mendanai pengembangan pendidikan teknologi di sekolah-sekolah. Namun, ada catatan yang mesti diperhatikan, karena sekolah tidak memiliki anggaran untuk biaya pemeliharaan komputer jangka panjang. Mengantisipasi ketiadaan dana untuk pemeliharaan komputer di masa mendatang tersebut, sekolah-sekolah wilayah di negara bagian Amerika yang jeli, merealisasikan perluasan akses komputer bagi siswa mereka dengan menggunakan NComputing. Dengan virtual komputer NComputing yang harganya hanya sekitar US$70 atau sekitar Rp 945.250 di Indonesia, maka setiap PC dapat digunakan bersama oleh sebelas siswa. Alhasil, sekolah memangkas biaya pembelian dan biaya pemeliharaan komputer serta biaya listrik hingga 90% lebih murah.

Hampir semua sekolah-sekolah wilayah di Negara Bagian Amerika saat ini sedang berpikir bagaimana caranya memanfaatkan dana stimulus yang diperoleh dari Undang Undang ‘American Recovery and Reinvestment Act 2009.’

Sebuah sekolah di Louisiana, Tangipahoa Parish misalnya, menggunakan dana stimulus untuk meng-upgrade dan mengembangkan program pendidikan komputer dengan menggunakan NComputing. Penanggungjawab IT di sekolah tersebut menetapkan bahwa NComputing merupakan solusi terbaik untuk memberi akses penggunaan komputer yang seluas-luasnya bagi siswa. Dengan menggunakan NComputing, maka sekolah tidak perlu menambah staf IT ataupun merubah infrastruktur yang bisa menimbulkan masalah biaya besar di masa mendatang. NComputing virtual desktop dapat terus menerus digunakan oleh lintas generasi siswa tanpa memerlukan pemeliharaan.

“Membeli PC terlampau mahal harganya, di samping itu kita juga akan kewalahan menyediakan supportnya,” kata Mike Diaz, asisten direktur teknologi Tangipahoa. “Kami hanya memiliki empat staf teknis untuk menangani 19.500 siswa dan tidak ada dana stimulus untuk penambahan tenaga teknis. Ncomputing menjawab semua permasalahan kami. Kami sangat kagum dengan kinerja serta penghematan energi yang terjadi dengan menggunakan

NComputing. Sekarang kami bisa membeli komputer untuk tiga siswa dengan harga setara untuk pembelian satu komputer biasa. Dengan penambahan komputer di tiap kelas, berarti memberikan waktu yang lebih banyak bagi tiap siswa untuk menggunakan dan meningkatkan keterampilan komputer mereka.

Solusi Ncomputing didasarkan pada fakta sederhana, yaitu: PC sekarang memiliki kapasitas yang sangat besar sementara sebagian besar aplikasinya hanya menggunakan sedikit saja dari kapasitas yang ada. Dengan Ncomputing, sebuah komputer dapat digandakan (divirtualisasi) dengan memanfaatkan kapasitas yang tidak terpakai sehingga dapat digunakan bagi banyak pengguna. Setiap pengguna dapat menikmati akses komputer hanya dengan menghubungkan NComputing pada komputer yang akan digunakan bersama.

Tidak seperti solusi desktop virtualisasi lainnya, Ncomputing sangat efisien dan paten sehingga mampu menjalankan program multimedia yang rumit sekalipun serta mampu menghasilkan tampilan video dengan layar penuh. Setiap alat NComputing hanya memerlukan satu watt listrik saja, yang mana otomatis akan mengurangi suhu panas dalam ruangan. Hal ini merupakan pemangkasan biaya dan listrik yang sangat berarti dibandingkan jika menggunakan komputer biasa.

Banyak sekolah yang telah mengunakan NComputing untuk praktek komputer di dalam kelas, laboratorium, perpustakaan maupun di kantor.

“NComputing adalah solusi terbaik bagi sekolah sekolah, karena dapat mengurangi biaya infrastruktur dan biaya pemeliharaan komputer secara drastis. Dengan kata lain, NComputing dapat mengurangi biaya pengeluaran yang besar untuk jangka panjang,” kata Stephen Dukker, Chairman dan CEO NComputing. Lebih dari 1.500 wilayah negara bagian di Amerika termasuk 7 sekolah yang masuk 10 besar, telah menghemat ratusan juta dolar dengan memilih NComputing.

Apa yang telah dilakukan oleh sekolah di Amerika dapat menjadi referensi bagi sekolah dan lembaga pendidikan di Indonesia dalam memperluas akses komputer bagi siswa.

Menggunakan NComputing berarti melakukan penghematan hingga 50% pada harga pembelian komputer, 70% biaya pemeliharaan, dan 90% penghematan biaya listrik.

NComputing saat ini merupakan solusi desktop virtual yang sangat populer di sekolah-sekolah Amerika. Lebih dari 4 juta pelajar telah menggunakan NComputing dalam proses belajar di sekolah. NComputing berharap jumlah siswa yang menggunakan akan meningkat 2 kali lipat tahun ini.

From : http://www.beritanet.com

Jumat, 14 Agustus 2009

Dosen UGM Temukan Alat Deteksi Plagiat Karya Ilmiah

YOGYAKARTA--MI: Berawal dari keprihatinan karena maraknya penyalahgunaan data internet dan basis data di perpustakaan terhadap tindak penjiplakan atau plagiat dalam penyusunan skripsi, tesis, desertasi ataupun karya ilmiah lainnya, mendorong seorang dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Dr Didi Achjari M.Com berhasil merancang aplikasi perangkat lunak (software) untuk memudahkan dalam mendeteksi kemungkinan adanya plagiasi.

Bersama dengan anggota tim dosen UGM lainnya, satu orang dosen FEB UGM Dimas Mucklas SE Skom, dan dua orang dosen FMIPA, Arman Rohiman SKom dan Ajeng Nurhidayati SKom berhasil membuat rancangan aplikasi yang diberi nama TESSY (Test of Text Similarity). Proses perancangan aplikasi bahkan sudah dirintis sejak tahun 2006 yang lalu.

Aplikasi TESSY yang inovatif ini pun kemudian diikutkan dalam Acer Intel E-Learning Competition tingkat nasional yang diadakan pada bulan September 2008 lalu. Setelah ikut dalam seleksi dan presentasi, aplikasi buatan dosen UGM ini berhasil menjadi pemenang untuk karya inovasi e-learning kategori dosen kelompok.

Didi kepada wartawan mengatakan, aplikasi ini sudah digunakan di lingkungan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM. Setiap mahasiswa yang akan meloloskan skripsinya akan diwajibkan menyerahkan softcopy skripsinya untuk di uji menggunakan aplikasi tersebut di bagian perpustakaan. Apabila dari hasil deteksi dari TESSY tidak ditemukan unsur plagiat maka

skripsinya dinyatakan lulus dan berhak ikut dalam wisuda.

“Sebaliknya apabila ditemukan ada kemiripan literatur, mahasiswa yang bersangkutan tersebut akan dipanggil untuk dimintai konfirmasi dan meminta pembuatan ulang skripsinya,” kata Dr Didi Achjari kepada wartawan dalam bincang-bincang di ruang Fortakgama, Rabu (22/10).

Sementara ini, kata Didi, dari aplikasi ini dirinya sudah menemukan dua mahasiswa yang diketahui melakukan plagiasi dalam pembuatan skripsinya. Kedua mahasiswa tersebut mengakui perbuatannya dan mengoreksi kembali penyususnan skripsinya kembali.

Menurut dia, , aplikasi buatannya ini dirasakan cukup efektif dalam mengawasi mahasiswa menyusun skripsi atau tesisnya. Apalagi di FEB UGM sendiri, aplikasi TESSY sudah menggunakan basis data dengan menggunakan referensi yang ada di perpustakaan FEB.

Lebih lanjut dijelaskan, fitur TESSY ini memungkinkan untuk membandingkan dua karya tulis dan juga bisa membandingkan satu karya tulis dengan banyak karya tulis yang tersimpan di basis data perpustakaan digital. Adapun syarat utama agar bisa bekerjanya aplikasi ini menurut Didi adalah ketersediaan soft copy (file) dari karya tulis tersebut.

“Aplikasi ini pun juga bisa diatur sesuai asumsi kemiripannya karena bisa jadi tiap lembaga punya standar kemiripan yang berbeda untuk bisa masuk kategori penjiplakan, misal karena ada sebagaian kesamaan referensi atau daftar pustaka. Fitur lain dari TESSY adalah kemampuannya untuk mencetak laporan formal untuk keperluan syarat mengikuti wisuda atau proses penyelidikan lebih lanjut,” imbuhnya.

Dikatakan, ada dua metode pengujian dalam aplikasi TESSY, yaitu uji kemiripan teks dan uji kemiripan frase. Metode kemiripan teks digunakan untuk menghitung prosentase kemiripan dokumen yang diuji dengan dokumen yang sudah ada. Metode kedua, uji kemirifan frase. Pengujian kemiripan frase ini sangat penting, karena suatu penelitian maupun karya ilmiah pasti mengacu berbagai literatur terdahulu bahkan penjiplakan bisa bermula dari penggunaan frase yang sama.

“Apabila dalam fitur tersebut ditemukan hasil deteksi diperoleh perbandingan antara jumlah teks yang sama dengan jumlah perubahan yang terjadi maka akan muncul nilai prosentase yang tinggi tingkat kemiripan. Sementara itu dalam deteksi adanya persamaan frase, fitur tersebut bekerja berdasarkan frase dan jumlahnya,” tegasnya.
From :www.mediaindonesia.com

Kamis, 13 Agustus 2009

Open Source bisa Hemat Miliaran Rupiah

JAKARTA-MI: Sejumlah perusahaan mampu menghemat hingga miliaran rupiah dengan menggunakan perangkat lunak (software) open source (OS).

"Dengan OS, kita bisa menghemat 500 dollar AS untuk tiap terminal Personal Computer (PC) yang menjalankan fungsi office," kata pemilik perusahaan penerbitan dan percetakan Dian Rakyat Group Mario Alisjahbana pada Seminar Nasional Pengguna Open Source Software dan IGOS Center, di
Jakarta, Rabu (22/7).

Sedangkan untuk tiap PC workstation untuk fungsi grafis bisa dihemat US$1.500-3.000," ujar putra Sutan Takdir Alisjahbana itu.

"Bayangkan jika sebuah perusahaan mempunyai 300 komputer, berapa bisa dihemat? Apa lagi biaya itu harus dikeluarkan hampir tiap tahun karena selalu ada upgrade, seperti misalnya dari Windows Vista ke Windows7," katanya.

Sebagai perusahaan penerbitan dan percetakan, ujarnya, software yang dibutuhkan adalah sistem operasi, manajemen dan akuntansi, pengolahan teks, pengolahan foto dan gambar serta software desain dan pracetak.

Ia juga membantah pernyataan bahwa software OS masih terbatas dan mutunya lebih rendah dari software berlisensi (proprietari).

Pihaknya, lanjut dia, menggunakan software open source pengolah foto Gimp yang sekelas dengan Adobe Photoshop demikian pula dengan software pengolah gambar, desain, serta pengatur tata letak yang juga berbasis OS.

Sementara itu, Kepala Divisi Information Technology Samudra Indonesia Group Denny Ganjar, mengatakan, dengan menggunakan software open source pihaknya bisa menghemat biaya pembelian software sampai Rp6 miliar.

"Menghemat sampai Rp6 miliar dengan kemampuan yang sama saja dengan kalau kita menggunakan software proprietari yang total biayanya sampai Rp18 miliar," katanya dengan bangga telah sukses bermigrasi ke OS.

Sedangkan Asisten Deputi Urusan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Kementerian Ristek Kemal Prihatman mengatakan, Surat Edaran telah dikeluarkan Men-PAN pada Maret 2009 tentang penggunaan software OS untuk menggantikan software ilegal, dan harus sudah diimplementasi seluruhnya pada 2011.

"Sejak keluar SE itu mulai banyak instansi pemerintah yang aktif mencari tahu tentang software OS. Sudah ada sekitar 60-an pemkot/pemkab yang datang kepada kami mencari tahu dan meminta penjelasan bagaimana bermigrasi ke OS, belum termasuk yang mendatangi Depkominfo," katanya.

Ia mencontohkan Pemkot Surabaya yang mengajukan diri untuk bermigrasi. "Mereka akan mulai dengan sosialisasi, pelatihan, membuat lingkungan mendukung, baru kemudian bermigrasi. Prosesnya bertahap," katanya.

http://www.mediaindonesia.com

Kewajiban Pemerintah dalam Pengembangan Perpustakaan

Oleh : Yustisia

Dasar hukum:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

KEBUTUHAN literasi warga negara dijamin pemerintah. Hal itu diatur oleh UU Nomor 43 Tahun 2007. Disebutkan, pemerintah wajib mengembangkan sistem nasional perpustakaan, menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat, juga menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di Tanah Air.
Pemerintah juga wajib untuk menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan, alih aksara, alih suara ke tulisan, dan alih media.
Tugas pemerintah juga meliputi promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan.

Selasa, 11 Agustus 2009

Akses Data Digital Kini Semakin Mudah

JAKARTA--MI: Masyarakat Indonesia dinilai semakin sering mengakses data digital mereka, seperti musik, film, dan berbagai data digital lainnya baik untuk urusan kantor maupun hiburan semata. Namun tak jarang, kebutuhan mengakses data digital muncul ketika konten digital tersebut tersimpan di lokasi yang berjauhan.

"Kini berkat Cisco Media Hub, Anda tetap dapat mengakses berbagai data digital yang tersimpan di komputer rumah di Jakarta meskipun Anda sedang berada di Bandung," ujar Boon Ping Tang, direktur penjualan Cisco untuk regional Asia di Jakarta saat peluncuran Cisco Media Hub pada Kamis (7/5).

Media Hub adalah sebuah perangkat yang dikembangkan oleh Cisco untuk memudahkan pengaturan dan pengaksesan berbagai data digital seperti video, foto, dan musik digital dimanapan dan dari manapun. Media Hub secara otomatis mencari perangkat media digital yang terhubung dengannya melalui jaringan dan menampilkan semua data digitalnya yang ada di dalamnya kepada pengguna di suatu tempat.

Penjelasan mudahnya, ketika Anda berada di Bandung atau dimanapun di dunia ini dan ingin mengakses data musik digital Anda di komputer rumah, kini Media Hub memungkinkan hal tersebut. Media Hub menyediakan seluruh data digital yang terdapat di komputer rumah yang terhubung dengannya untuk diakses dari manapun di dunia ini "Yang terpenting Anda dapat menemukan jaringan internet di lokasi tersebut," papar Boon.

Media Hub menampilkan antar muka (interface) yang mudah dan memungkinkan penggunanya untuk mengakses, mengunggah, maupun mengunduh berbagai data digital melalui perantaraan web browser www.ciscomediahub.com.

Media Hub hadir dalam dua model yakni NMH300 yang ditawarkan sekitar 1,9 juta rupiah, dan NMH405 sekitar 3,9 jutaan rupiah. Perbedaan dasarnya adalah Media Hub NMH405 memiliki kapasitas penyimpanan sebesar 500GB dan layar LCD yang menampilkan informasi ketersediaan sisa tempat penyimpanan, jumlah pemakaian selama ini, status jaringan, serta 6-in-1 card reader untuk memudahkan transfer media dan hiburan ke Media Hub tanpa perlu menggunakan komputer.

Akses data digital ke Media Hub tidak hanya dapat dilakukan melalui komputer saja, namun juga ke berbagai perangkat seperti televisi dan beberapa konsol permainan yang memiliki kemampuan konektivitas melalui jaringan.

"Bahkan beberapa tipe handphone yang mendukung fasilitas Universal Plug and Play (UPnP) kini sudah bisa mengakses berbagai data digital seperti musik dan film melalui Media Hub," tambah Boon.
www.mediaindonesia.com

Pengguna Internet China Lampaui Populasi AS

SHANGHAI--MI: Jumlah pengguna internet di China kini lebih besar daripada populasi Amerika Serikat. Ini setelah data akhir Juni menunjukkan peningkatan hingga 338 juta pengguna.

Menurut laporan kantor berita Xinhua, pengguna internet di China merupakan yang terbesar di dunia. Angka tersebut ada peningkatan sebesar 40 juta pada enam bulan pertama 2009.

Jumlah broadband untuk koneksi internet meningkat 10 juta menjadi 93,5 juta di semester pertama tahun ini.

Sekitar 95 persen kota telah terhubung ke broadband pada awal Juni dan 92,5 persen desa telah memiliki sambungan telepon yang dapat digunakan untuk akses internet.

Cakupan pedesaan diharapkan akan terus meningkat karena tiga operator telekomunikasi China yakni China Telecom, China Mobile, dan China Unicom menginvestasikan 280 miliar yuan (US$40 miliar) pada jaringan 3G nasional tahun depan, menurut kutipan Wakil Presiden China Mobile Lu Xiangdong minggu lalu.

Peningkatan pengguna internet untuk mengekspresikan opini mereka menjadi ironi karena China sangat ketat dalam mengawasi media.
www. mediaindonesia.com

Jumat, 07 Agustus 2009

Pertemuan Pustakawan dengan Komisi X DPR RI

Written by Afif

Pada awal bulan September 2007, di Universitas Mulawarman telah diadakan pertemuan penting dengan Sekjen Wantanas dan Anggota MPR RI. Selain itu di Ruang Rapat Kantor Gubernur telah diadakan pertemuan antara para Pustakawan di Kaltim dengan Komisi X DPR RI yang membidangi Perpustakaan Dalam pertemuan tersebut Perpustakaan diwakili oleh Direktur Eksekutif dan Kepala Perpustakaan.

1. Fokus utama dalam pertemuan dengan Sekjen Wantanas yang dipimpin oleh Letjen. M. Yasin beserta 3 Deputinya yang kesemuanya juga Jendral yaitu penandatanganan perpanjangan MOU antara Sekjen Wantanas dengan Fihak Universitas Mulawarman. Saat acara dimulai ada sejumlah mahasiswa di lantai bawah Rektorat yang demo, menyampaikan aspirasi agar dana pendidikan sebesar 20% direalisasikan. Perwakilan Mahasiswa diijinkan masuk kedalam acara dan langsung menyerahkan surat pernyataan atau keinginan dan diterima oleh Sekjen Wantanas untuk disampaikan kepada Pemerintah. Dalam sambutannya Bapak Rektor Universitas Mulawarman menyinggung masalah disetopnya DAU untuk Kaltim yamg akan mengganggu juga beberapa program di Universitas Mulawarman, misalnya Beasiswa untuk program S!, S2 dan S3.
Yang menarik dari pertemuan tersebut adalah ketika Sekjen Wantanas menjelaskan terdapat 3 problema besar yang saat ini dihadapi bangsa yaitu Disintegrasi, Federalisasi dan Ketidak Puasan. Disampaikan oleh Sekjen Wantanas bahwa saat ini dengan mudah saja masyarakat atau siapa saja berkata apabila terdapat ketidak puasan misalnya ya udah saja kita merdeka. Tidak ingat betapa pencetus negara ini dengan susah payah dan perjuangan yang lama berhasil mempersatukan bangsa. Selanjutnya dijelaskan kenapa Negara Superpower yang dulunya Uni Sovyet saja akhirnya bisa berantakan dan tercerai berai seperti sekarang, akan tetapi ternyata bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu Pulau dan Bahasa masih merekat dalam satu negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam diskusi yang hangat diperdebatkan terutama masalah ketidak puasan misalnya dengan akan dihapusnya DAU untuk Kaltim yang akan mengganggu program yang selama ini berjalan. Secara sederhana dijelaskan bawa mungkin saja DAU dihapus atau dihntikan karena Dana yang ada saja tidak dimanfaatkan dengan optimal, mungkin saja kalau ada perencanaan yang lebih bagus dan keperluan yang lebih reel maka DAU akan diberikan lagi. Yang menarik adalah masalah pendidikan yang dicontohkan oleh Pak Sekjen. Betapa jangankan di pedalaman banyak yang tidak sekolah atau tidak dapat melanjutkan ke SMP, sedangkan di perbatasan dengan ibukota saja masih terdapat banyak yang tidak melanjutkan ke SMP. Salah satu contoh adalah di salah satu Desa di Bogor terletak 45 KM dari kediaman Bapak Presiden RI, banyak anak-anaknya yang tidak melanjutkan ke SMP. Sekretaris Desa yang menjelaskan dalam suatu pertemuan menyatakan bahwa dari seangkatannya hanya tiga orang yang melanjutkan ke SMP dan salah satunya adalah dia yang menjadi SEKDES. Jdi jangan heran kalu di pedalaman atau diperbatasan banyak yang masih belum terkena wajib belajar.

2. Pada tanggal 11 September 2007 diadakan pertemuan juga di Universitas Mulawarman yaitu Sosialisasi Putusan MPR RI mengenai UUD Negara RI tahun 1945 dan Ketetapan serta Keputusan MPR RI. Sosialisasi dilaksanakan oleh dua orang anggota MPR yaitu Bapak Drs. Agun Gunandjar Sudarsa,M.Si. dan Ibu Dra.Hj. Chofifah Indar Parawansa. Pertemuan dibuka oleh Rektor Universitas Mulawarman dan berlangsung lama yaitu dari jam 10.00 s/d 14.30. Inti dari pertemuan itu sesuai dengan temanya yaitu sosialisasi Putusan MPR RI mengenai UUD Negara RI tahun 1945 dan ketetapan serta Keputusan MPR RI. Oleh dua orang anggota MPR tersebut dijelaskan secara tuntas perubahan-perubahan yang terjadi dalam UUD 1945 hingga sekarang. Sangat menarik. Salah satu contoh dijelaskan masalah Dewan Perwakilan Daerah yang menurut UUD seharusnya berkedudukan di daerahnya masing-masing dan bukan di Jakarta seperti sekarang ini. Yang menarik lagi adalah masalah Tata Batas Wilayah RI yang disampaikan oleh Ibu Chofifah ternyata menurut beliau sampai sekatang tatabatas wilayah RI belum disampaikan ke PBB. Pemetaan wilayah tersebut menggunakan alat canggih yang sampai saat ini kita belum punya padahal negara tetagga punya. Ironis memang. Diskusi berkembang juga sampai kepada angka 20% untuk anggaran Pendidikan dan masalah-masalah yang lainnya.

3. Pertemuan seluruh Pustakawan dan Pengelola Perpustakaan di Kaltim dengan Komisi X DPR RI dalam rangka uji publik RUU Peprpustakaan dibuka oleh Sekprov Kaltim Bapak Drs. Syaiful Teteng, M.Hum. Dalam sambutannya dan sambutan oleh Ketua rombongan dari Komisi X terbersit bahwa anggapan sampai saat ini yang bekerja di Perpustakaan merupakan pilihan kedua atau disebutkan seolah-olah seseorang yang ditugaskan di Perpustakaan itu dibuang atau jabatan yang kurang dipandang. Dalam diskusi yang berkembang memang saya tidak berbicara bahwa dalam menuju Badan Hukum Perguruan Tinggi, misalnya di Perguruan Tinggi yang sudah BHPT peranan Perpustakaan sangat penting dapat dilihat dari personil yang menjadi Kepala perpustakaannya yaitu tenaga Pengajar misalnya di IPB kepala Perpustakaannya adalah seorang Doktor. Unmul sebagai satu-satunya PTN terbesar di Kaltim menuju kearah sana misalnya tidak banyak di Indonesia ini sebuah perpustakaan yang dpimpin oleh seorang Professor .Dr. dan di Unmul adalah salah satunya karena saat ini Direktur Eksekutifnya adalah seorang Prof.Dr., jadi bukanlah jabatan yang terbuang. Yang mnarikdari RUU tersebut sebagai Hasil Rumusan Timus tanggal 3 September 2007 sebelum disyahkan oleh Panja adalah pasal 23 dan 24 menyangkut masalah pendanaan di Perpustakaan Sekolah/Madrasah dan perguruan Tinngi yang menyatakan baik Sekolah/Madrasah dan perguruan Tinggi mengalokasikan Dana paling sedikit 5% dari anggaran sekolah/madrasah atau Perguruan Tinggi untuk pengembangan koleksi perpustakaan. Akan tetapai dari RUU Tentang Perpustakaan yang diusulkan Pemerintah pada tanggal 21 Juni 2007 angka pada pasal 23 dan 24 tersebut tidak ada yang ada hanya pada pasal 38 yang menyatakan pendanaan ditanggung oleh penyelenggara perpustakaan dan dapat dialokasikan melalui APBN dan APBD. Apapun hasilnya yang terpenting adalah menghadapi era informasi yang semakin canggih maka peran perpustakaan ke depan semakin penting menuju era BHPT dan Universitas Riset. (Afif.R.)
www. e-lib.unmul.ac.id

UNESCO BUKA PERPUSTAKAAN DIGITAL

PARIS (KONTEKAJA) - Organisasi kebudayaan PBB, UNESCO, meluncurkan perpustakaan digital dunia hari ini dengan mengumpulkan bahan dari perpustakaan dan arsip di seluruh dunia.

Di antara bahan yang tersedia adalah novel abad ke sebelas Jepang, peta pertama yang menyinggung Amerika, serta lukisan antelop dari Afrika Selatan berusia delapan ribu tahun.

Perpustakaan digital ketiga di dunia itu bebas untuk digunakan siapa saja dan tersedia dalam tujuh bahasa resmi PBB, seperti dilaporkan wartawan BBC Emma Jane Kirby dari markas besar Unesco di Paris.

Dengan mengumpulkan bahan perpustakaan dan arsip dari berbagai belahan dunia, Perpustakaan Gigital Dunia akan memberi akses gratis kepada siapa saja mengenai informasi dan gambar dari Persia kuno hingga Amerika Latin modern.

Fasilitas itu akan tersedia dalam banyak bahasa: Inggris, Arab, Cina, Prancis, Portugis, Rusia, serta Spanyol.

Masyarakat internasional bisa berbagi khazanah pusataka, sehingga toleransi budaya bisa meningkat, dan jurang kaya miskin dalam dunia digital bisa terjembatani.

Beberapa barang yang sudah terdigitalisasikan adalah novel Jepang dari abad 11, peta pertama yang menyebut kata Amerika di didalamnya dan digambar seoorang pendeta Jerman dari abad ke 16, dan lukisan berusia 8 ribu tahun dari Afrika Selatan yang menggambarkan antelope yang berdarah.

Sekitar sepuluh pers dari 1.200 exhibit berasal dari Afrika.

Proyek PBB akan menjadi usaha ketiga sejauh ini untuk membangun perpustakaan digital berskala raksasa.

Sebelum ini, Uni Eropa memunculkan program serupa tetapi situsnya mengalami crash hanya beberapa jam setelah diluncurkan. - bbc

Selasa, 04 Agustus 2009

Saatnya virtual library bagi perpustakaan sekolah....

Virtual Library(Pustaka Maya) adalah salah satu program pemerintah mengembangkan perpustakaan digital yang bersinergi antara Departemen Pendidikan Nasional dan Perpustakaan Nasional yang difasilitasi oleh Biro Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri. Program ini dinilai sangat penting bagi pengembangan pendidikan di Indonesia. Tujuannya Agar Anak-anak indonesia bisa lebih tertarik membaca dengan metoda secara virtual dan digital .

Namun perkembangan virtual library ini masih sangat lambat dikarenakan masih sedikitnya adminisrator yang bisa me-manage jalannya virtual library tersebut. Coba kita bayangkan jika dalam 1 kabupaten ato kota terdapat 1 Virtual library maka akan sangat besar dampaknya, selain dapat menghemat energi untuk pergi ke pustaka, juga dapat menghemat biaya untuk membeli buku bacaan ato referensi. dan juga virtual library akan sangat membantu pengembangan potensi edukasi anak-anak indonesia, karena virtual library juga dapat memuat jurnal-jurnal yang dibuat sendiri oleh masyarakat pendidikan secara umumnya.

Jika Manfaat yang didapat dari virtual library tersebut sangat besar untuk 1 perpustakaan dalam 1 kabupaten ato kota, maka akan didapatkan manfaat yang berlipat ganda jika virtual library tersebut di miliki masing-masing sekolah di indonesia, dan dapat dibayangkan berapa banyak potensi yang dapat dikembangkan dan berapa banyak karya-karya luar biasa yang dapat ditampung dan di publikasikan. Tentunya setelah itu Indonesia akan memiliki generasi-generasi yang cerdas dan potensial di era yang akan datang.

Senin, 03 Agustus 2009

Teknologi Informasi untuk Perpustakaan Sekolah

Kenyataan bahwa pada era informasi abad ini, teknologi informasi dan komunikasi atau ICT (Information and Communication Teclznology) telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan global oleh kita karena itu setiap institusi termasuk perpustakaan berlomba untuk mengintegrasikan “ICT” guna membangun dan memberdayakan civitas akademikanya berbasis pengetahuan agar dapat bersaing dalam era global. Dalam menyikapi perkembangan ICT pada era informasi tahun ini, perpustakaan berbasis teknologi informasi (komputerisasi) sangat di butuhkan.. Keberadaan perpustakaan berbasis komputerisasidapat meningkatkan kualitas dan kecepatan proses layanan pada pengguna perpustakaan sehingga dapat memperlancar proses belajar-mengajar di lingkungan Sekolah. Selain itu sistem ini dapat membantu manajemenperpustakaan serta dapat meningkatkan Efektifitas dan efisiensi penatalaksanaan perpustakaan

Pustakawan berpotensi menjadi seorang manajer informasi. Peranan baru itu mensyaratkan penguasaan berbagai macam keterampilan, pengetahuan dan kemampuan. Dengan begitu, mereka dapat mengakses dan menyebarkan informasi berbantuan komputer dan teknologi telekomunikasi dari perpustakaannya. Salah satu pendekatan yang sangat mungkin dilakukan dalam hal ini ialah dengan memanfaatkan teknologi internet. Pustakawan secara proaktif dapat memperkenalkan perpustakaannya ke lingkungan sekolah, bisnis, institusi, akademis dan masyarakat seluas-luasnya melalui situs web.

Sekarang bukan jamannya lagi mencari-cari buku dari katalog kusam di perpustakaan. Peran Teknologi Informasi (TI) telah banyak digunakan untuk memudahkan para pengguna perpustakaan menemukan buku favoritnya. Dengan hanya mengetik judul buku atau nama pengarang pada layar komputer, informasi mengenai posisi serta keberadaan buku yang kita cari pun akan segera tersaji di layar komputer.

Perkembangan perpustakaan berbasis teknologi informasi bagi pengelola perpustakaan dapat membantu pekerjaan di perpustakaan melalui fungsi otomasi perpustakaan, sehingga proses pengelolaan perpustakaan lebih efektif dan efisien. Fungsi otomasi perpustakaan menitikberatkan pada bagaimana mengontrol sistem administrasi layanan secara otomatisl terkomputerisasi. Sedangkan bagi pengguna dapat membantu mencari sumber informasi yang diinginkan dengan menggunakan catalog on-line yang dapat diakses melalui internet, sehingga pencarian informasidapat dilakukan kapan dan dimanapun ia berada.

Idealnya, setiap perpustakaan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi untuk mendukung pengelolaan koleksi perpustakaan. Diperlukan beberapa perangkat untuk pengelolaan perpustakaan berbasis Teknologi Informasi.

1. Komputer
Komputer diperlukan untuk menerima dan mengolah data menjadi informasi secara cepat dan tepat. Perangkat komputer ini akan digunakan untuk menyimpan data koleksi buku data anggota perpustakaan, dan OPAC (Online Public Accses Catalogue). Dengan OPAC, para pelanggan perpustakaan bisa mencari informasi koleksi buku yang mereka butuhkan tanpa harus mencari secara langsung. Komputer itu juga bisa dikoneksikan ke internet.Kemudian setelah mempunyai koleksi digital, maka kita memerlukan pula komputer yang mempunyai performa yang cukup tinggi sebagai sarana untuk menyimpan serta melayani pengguna dalam mengakses koleksi. Sebuah komputer dengan processor pentium 4 dengan hard disk sebesar 40 giga, memory 256 Mega bytes adalah spesifikasi komputer minimal.

2. Internet
Di antara manfaat internet untuk pengelolaan perpustakaan adalah sebagai peranti untuk mengakses informasi multimedia dari internet, serta sebagai sarana telekomunikasi dan distribusi informasi. Koneksi internet juga bisa dimanfaatkan untuk membuat homepage perpustakaan, yang bisa digunakan untuk menyebarluaskan katalog dan informasi.Kecepatan jaringan yang diperlukan jaringan intranet (layanan lokal) maupun internet (layanan global) adalah Jaringan 100 Mbps mutlak diperlukan untuk jaringan intranet, dan koneksi internet minimal 128 Kbps untuk layanan internet.

3. Software
Untuk mempermudah penyajian informasi, diperlukan software khusus untuk mendukung pelayanan perpustakaan. Ada beberapa jenis software yang umum digunakan di perpustakaan berbasis IT baik yang berbasis offline maupun online (open source), di antaranya Athenaeum Light, Freelib dan Senayan Open Source Library Management System.

AthenaeumLight
Kata Athenaeum diambil dari bahasa Yunani, yang artinya perpustakaan atau reading room. Nama ini digunakan oleh Sumware Consulting NZ untuk nama produk perangkat lunak ‘gratisan’ yang mereka buat. Atheaneum Light 8.5.vi merupakan versi modifikasi dari Athenaeum Light 6.0. yang telah melalui proses konversi menggunakan Filemaker 8.5 dengan kemampuan lebih baik, robust serta mampu mengelola data hingga 8 Tera byte. Athenaeum Light 8.5 ini hanya dapat bekerja pada OS Windows XP dan 2000 service pack 4, dengan processor minimal Pentium 3 atau lebih tinggi.
Dengan software ini para pustakawan akan sangat terbantu dalam pengelolaan perpustakaan, dari proses katalog, input daftar anggota, OPAC, peminjaman, pengembalian, informasi, serta klasifikasi koleksi buku. Pengelola perpustakaan pun tak perlu lagi repot membuat barcode, karena secara otomatis, barcode akan muncul saat pengklasifikasian buku.

Freelib
Freelib merupakan singkatan dari Freedom Librarysoftware yang diambil dari nama Perpustakaan Freedom, yang pertama kali menerapkan aplikasi ini. Sampai saat ini, Freelib sudah menginjak versi 3.0.2 untuk aplikasi katalog, manajemen versi 1.0.2 sedangkan untuk Linux versi 0.0.4. Spesifikasi hardware yang direkomendasikan minimal pentium 3, 600 Mhz dengan memori 64 Mb. Untuk versi Linux, spesifikasi hardware yang dianjurkan lebih tinggi, minimal pentium 4 dengan memori minimal 128Mb

Senayan Open Source Library Management System

Senayan Open Source Library Management System merupakan software perpustakaan buatan Pusat dan Informasi dan Humas Depdiknas dapat di peroleh secara gratis, Kriteria komputer yang disarankan Pentium III class processor 256 MB, RAM Standard VGA with 16-Bit color support, Optional tampilan yang ada di software iniadalah menu peminjaman, pengembalian, penelusuran, anggota, laporan, halaman depan buku. Pada sistem sirkulasi peminjaman buku mengggunakan barcodes reader untuk scan barcode dengan ini memudahkan pustakawan. Dapat berjalan pada windows XP, Vista dan Linux.

Selain Athenaeum Light, Freelib, dan Senayan Open Source Library Management System masih ada banyak software lain seperti CDS/ISIS, Open Biblio, IBRA, LIBRA, SIMPEL, Chyprus, dan lain lain. Rata rata program itu merupakan open source dan dibuat secara khusus untuk perpustakaan.

Penerapan perpustakaan berbasis teknologi informasi dapat meningkatkan kualitas dan kecepatan proses layanan pada pengguna perpustakaan, sehingga dapat memperlancar proses belajar mengajar di lingkungan sekolah. Selain itu sistem ini dapat membantu manajemen perpustakaan serta dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengoperasional perpustakaan.

Kemudahan yang ditawarkan teknologi itu harus dimbangi dengan meningkatnya sumber daya manusia (SDM) para pustakawan. Mereka harus memahami dan dapat mengaplikasikan segala kemajuan teknologi itu untuk kepentingan perpustakaan. Karena akan sia-sia saja program-program itu diciptakan, jika tidak dimanfaatkan.

Tarto, A.Md adalah Pustakawan LKiS Yogyakarta