Selasa, 06 Oktober 2009

PERILAKU INFORMASI DI TEMPAT KERJA

Ditulis oleh putubuku

Katriina Byström dan kawan-kawan mengusulkan sebuah teori tentang pencarian informasi di tempat kerja yang diberinya nama teori Information Activities in Work Tasks (IAWT), atau kalau diindonesiakan: Kegiatan Informasi dalam Tugas Kerja. Teori ini dibuat berdasarkan penelitian yang menggabungkan perspektif Ilmu Perpustakaan & Informasi dan Kajian Organisasi (Organizational Studies). Sebagaimana namanya, teori ini ingin menjelaskan fenomena di tempat kerja, khususnya ketika para pegawai mencari dan menggunakan informasi untuk keperluan menyelesaikan tugas (task). Fokus teori ini adalah pada upaya mengaitkan antara keragaman jenis tugas, kebutuhan informasi, dan upaya penemuan-kembali (information retrieval). Dengan demikian, teori ini berupaya lebih spesifik dibandingkan teori perilaku informasi umum yang -misalnya- diusung oleh Wilson.

Dalam teori IAWT, sebuah task atau tugas bukanlah hanya merupakan sesuatu yang eksternal (sesuatu yang diluar kendali seorang pekerja), dan juga bukan melulu internal (sesuatu yang ada di pikiran seorang pekerja), melainkan juga sebuah “konstruksi sosial” dalam konteks kegiatan yang sesungguhnya (real life). Dengan kata lain, sebuah tugas di tempat kerja (misalnya, tugas meliput berita di kantor berita, atau tugas menyerbu benteng musuh di kalangan tentara) merupakan sesuatu yang disadari dan dimaknai (perceived) dalam kaitannya dengan keadaan atau situasi tempat kerja. Seorang wartawan akan menyadari dan memaknai tugasnya secara berbeda dari seorang anggota pasukan buru-sergap, sebab ”lapangan” mereka berbeda.

Selanjutnya, teori IAWT mengaitkan antara jenis informasi yang dicari dan ragam sumber informasi yang digunakan dalam bekerja. Di sini informasi dianggap sebagai sebuah “perangkat yang abstrak (tidak nyata)” untuk membantu seseorang menyelesaikan tugasnya. Selain itu, terjadi pula pergeseran fokus dari “menyelesaikan masalah” (problem solving) ke “menyelesaikan tugas” (task solving), sehingga sebuah “informasi tentang tugas” (task information) selalu merujuk ke sebuah tugas tertentu yang jelas batas-batasnya (misalnya meliput berita, menyerbu benteng musuh, membuat laporan penelitian). Informasi tentang tugas ini biasanya mengandung fakta (apa yang terjadi, siapa saja yang terlibat, kapan, di mana) selain juga mengandung keterangan tentang domain sebuah tugas, baik yang bersifat faktual (misalnya, peristiwa pelantikan Presiden Obama yang harus diliput, benteng di daerah pemukiman yang harus diserbu, lingkup penelitian yang harus dibuat) maupun yang bersifat interpretasi (apa makna Obama bagi hubungan AS – Indonesia, bagaimana mengurangi korban sipil dalam perang di dalam kota, sejauh mana penelitian bermafaat bagi masyarakat). Teori IAWT kemudian juga membedakan antara saluran dan sumber informasi yang digunakan di tempat kerja. Menurut Byström, sebuah “saluran” menjalankan fungsi menuntun seorang pekerja menuju “sumber” yang mengandung informasi tentang sebuah tugas.

Byström dan kawan-kawan lebih jauh lagi mengaitkan jenis informasi, sumber informasi, dan tugas. Perhatian pertama diberikan pada kondisi tugas itu; seberapa rumitkah tugas itu bagi seseorang. Ini dinamakan task complexity. Kemudian tingkat kerumitan ini dikaitkan dengan berbagai kemungkinan, yaitu:

  1. Jika seseorang merasa tak memerlukan informasi sewaktu bekerja, maka sebuah tugas dimaknai secara pasif berdasarkan dokumentasi yang ada. Tugas seperti ini biasanya adalah tugas-tugas rutin.
  2. Sumber-sumber informasi tentang pekerjaan seringkali adalah orang-orang yang terlibat dalam suatu tugas, selain dokumen-dokumen di kantor.
  3. Sebuah aktivitas (event) maupun sebuah kunjungan kerja juga dapat menjadi sumber informasi.
  4. Informasi tentang domain kerja biasanya diperoleh dari literatur, dari pertemuan dengan pakar, dan dari pertemuan atau rapat.
  5. Pakar dan pertemuan atau rapat seringkali merupakan sumber informasi yang paling sering digunakan untuk menyelesaikan tugas.

Ketika untuk sebuah tugas tertentu seseorang merasa memerlukan banyak jenis informasi, maka terjadi 3 kemungkinan:

  1. Ia menggunakan banyak sumber, tetapi mengurangi variasi jenis informasi.
  2. Ia akan lebih banyak menggunakan rekan kerja sebagai sumber.
  3. Ia akan lebih sering mencari dokumen eksternal.

Sementara itu kalau seseorang berpendapat bahwa tugas yang harus dikerjakannya semakin kompleks alias rumit, maka terjadi 3 kemungkinan:

  1. Ia akan cenderung ingin menggunakan jenis informasi yang beragam.
  2. Ia akan semakin ragu menetapkan apa sebenarnya yang ia inginkan.
  3. Para pakar di kantor akan menjadi pihak yang semakin dihandalkan.

Sampai di sini kita melihat bahwa teori IAWT sangatlah “biasa” sebab secara umum menjelaskan hal-hal yang sudah nampak wajar. Misalnya, adalah wajar jika dalam bekerja kita lebih mengandalkan teman sebagai sumber informasi daripada dokumen, sebab membaca dokumen tentu lebih merepotkan dibandingkan mendengarkan penjelasan seorang teman. Juga adalah wajar, jika kompleksitas pekerjaan meningkat maka jenis informasi yang dibutuhkan pun menjadi semakin beragam. Namun teori ini juga amat berguna karena membantu mengingatkan kita bahwa sebuah “tempat kerja” sebenarnya adalah juga sebuah “lapangan informasi”. Selama ini, kita selalu menghubungkan informasi dengan pengambilan keputusan atau penyelesaian masalah, bukan dengan penyelesaian kerja. Teori IAWT membantu kita mengalihkan perhatian pada hal-hal praktis yang terjadi di sebuah tempat kerja.

Sumber bacaan

Byström, K. (2002). “Information and information sources in tasks of varying complexity” dalam Journal of the American Society for Information Science and Technology, vol. 53, hal. 581 – 591.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar